Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tangani Dampak Pandemi, Indonesia-Korsel Sepakat Tingkatkan Kerja Sama Ekonomi

Sepanjang Januari-September 2020, nilai investasi asal Korea Selatan mencapai US$683 juta.
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia (kanan) bertemu dengan Menteri Perindustrian Korea Selatan (Korsel) Sung Yun-mo di Seoul, Korsel, Kamis (12/11/2020)./Istimewa
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia (kanan) bertemu dengan Menteri Perindustrian Korea Selatan (Korsel) Sung Yun-mo di Seoul, Korsel, Kamis (12/11/2020)./Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah Indonesia dan Korea Selatan sepakat untuk meningkatkan kerja sama ekonomi dan bisnis, sebagai strategi mengatasi dampak pandemi Covid-19.

Hal ini disepakati dalam pertemuan antara Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia dengan Menteri Perindustrian Korea Selatan (Korsel) Sung Yun-mo di Seoul, Korsel, Kamis (12/11/2020). Pertemuan ini juga sekaligus tindak lanjut dari kunjungan Presiden Joko Widodo ke Negeri Ginseng pada November 2019.

Bahlil menyampaikan di tengah pandemi ini, upaya percepatan dalam menjaga dan menarik investor justru makin diperlukan. Dia menyatakan komitmen BKPM memfasilitasi investor Korsel yang masuk ke Indonesia. 

Sepanjang Januari-September 2020, BKPM mencatat realisasi investasi asal Korsel berada pada peringkat ke-7 dengan total investasi sebesar US$683 juta. Saat ini, ada sekitar 2.000 perusahaan Korsel dari berbagai sektor yang telah berinvestasi dan beroperasi di Indonesia. 

Sebanyak 70 persen realisasi investasi dari negara Asia Timur tersebut terpusat di Pulau Jawa, dengan sektor investasi yang mendominasi antara lain Listrik, Gas Air (US$228,4 juta); Industri Kimia dan Farmasi (US$148,4 juta); Industri Tekstil (US$60,8 juta); Industri Barang Kulit dan Alas Kaki (US$50,9 juta); dan Industri makanan (US$14,8 juta). 

Bahlil menuturkan investor hanya perlu datang membawa modal dan teknologi, sedangkan masalah lahan dan perizinan akan didukung penuh oleh Pemerintah Indonesia.

"Sesuai arahan Bapak Presiden, Indonesia harus bergerak cepat menuju transformasi ekonomi. Inilah momentum untuk membangun industri-industri yang menciptakan nilai tambah. Dan Korea Selatan menjadi salah satu mitra strategis Indonesia dalam mewujudkan hal tersebut," jelasnya dalam keterangan resmi yang diterima Bisnis, Jumat (13/11).

Dalam pertemuan itu, dibahas pula mengenai perbaikan iklim usaha untuk perusahaan-perusahaan Korsel yang berinvestasi di Indonesia, seperti di industri baja, kimia, mobil, dan tekstil. 

"Kami menilai Indonesia makin baik dalam membangun iklim usaha yang menguntungkan kedua belah pihak," ujar Sung Yung-mo.

Jika merujuk pada peringkat kemudahan berusaha atau Ease of Doing Business (EoDB) yang dikeluarkan oleh Bank Dunia, saat ini Indonesia berada di peringkat ke-73. Dari 11 indikator yang menjadi kajian dalam EoDB, ada beberapa hal yang masih harus diperbaiki, di antaranya memulai berusaha. 

Bahlil meyakini Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja akan menjamin kemudahan, kecepatan, efisiensi, dan kepastian dalam memulai berusaha. Pun, dalam berbagai aspek yang berkaitan dengan iklim investasi.

Berbagai hal ini disebut akan berujung pada penciptaan lapangan kerja. 

Pada November 2019, Indonesia dan Korsel telah membuat Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif (CEPA) dan saat ini sedang menunggu tindak lanjut implementasinya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Annisa Margrit
Editor : Annisa Margrit
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper