Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Defisit APBN Masih Berpeluang Melebar dari Outlook, Ini Penjelasannya

Akibat ketidakseimbangan antara pendapatan dan pengeluaran tersebut, defisit dalam APBN sampai September 2020 mencapai 4,16% dari PDB. Meski, masih sesuai target di bawah 6,34% dari PDB, angka ini berpotensi melebar jika kinerja penerimaan pajak terus melemah.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat tiba di depan Ruang Rapat Paripurna I untuk menghadiri Pembukaan Masa Persidangan I Tahun Sidang 2020-2021 di Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (14/8/2020). Bisnis/Arief Hermawan P
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat tiba di depan Ruang Rapat Paripurna I untuk menghadiri Pembukaan Masa Persidangan I Tahun Sidang 2020-2021 di Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (14/8/2020). Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA - Kinerja APBN tahun 2020 terus bergerak di luar ekspektasi pemerintah. Penerimaan pajak secara konsisten terkontraksi cukup dalam, sedangkan penyerapan belanja tumbuh cukup signifikan.

Akibat ketidakseimbangan antara pendapatan dan pengeluaran tersebut, defisit dalam APBN sampai September 2020 mencapai 4,16% dari PDB. Meski, masih sesuai target di bawah 6,34% dari PDB, angka ini berpotensi melebar jika kinerja penerimaan pajak terus melemah.

Data Kementerian Keuangan menunjukkan realisasi penerimaan pajak sebesar Rp750,6 triliun atau terkontraksi nyaris 17% dibandingkan realisasi tahun 2019 yang mampu tumbuh tipis di angka 0,7%.

Hampir semua struktur penopang penerimaan pajak mengalami kontraksi yang cukup signifikan dan belum ada tanda-tanda membaik. Sebagai contoh, penerimaan pajak dari sektor manufaktur dan perdagangan masing-masing mengalami kontraksi sebesar 17,16% dan 18,4%.

Padahal, menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kedua sektor ini merupakan kontributor paling dominan dalam penerimaan pajak. Bahkan jika penerimaan dua sektor ini digabungkan kontribusinya ke penerimaan pajak lebih dari 50%.

"Ini dikarenakan oleh PSBB yang diperketat selama minggu ketiga dan keempat bulan September," ujarnya, Senin (19/10/2020).

Sri Mulyani menjelaskan kendati ada kontraksi di penerimaan pajak, pemerintah masih menggunakan Perppres No.72/2020 untuk memproyeksikan outlook APBN 2020. Namun dia juga tak menampik jika kondisi tersebut sangat ditentukan dengan prospek perekonomian sampai dua bulan ke depan.

Dalam catatan Bisnis, kontraksi penerimaan pajak tahun ini diproyeksikan akan berada di kisaran minus 12% - minus 14%. Itupun dengan catatan kuartal IV/2020 ada perbaikan ekonomi. Angka 12% - 14% ini jauh lebih tinggi dari proyeksi pemerintah yang berada di kisaran 10%

Artinya, jika skenario minus 10% yang terjadi dan dengan asumsi belanja serta komponen penerimaan di luar pajak sesuai ekpektasi pemerintah, maka defisit anggaran pada 2020 tetap di kisaran 6,34% dari produk domestik bruto.

Sebaliknya, jika penerimaan pajak di angka minus 14% atau Rp1.146,1 triliun sementara pagu belanja tetap sama di angka Rp2.739,2 triliun dan komponen penerimaan seperti PNBP serta bea cukai tetap, defisit pembiayaan APBN 2020 bisa melebar di angka Rp1.093,3 triliun atau -7,2% dari PDB.

Pembengkakan defisit APBN tentu akan berpengaruh ke pengelolaan fiskal tahun ini maupun tahun-tahun berikutnya. Jika hal ini terjadi, proses recovery fiskal dan proses pemulihan ekonomi akan terkendala.

"Pemberian stimulus di masa pandemi menyebabkan peningkatan defisit dan utang di banyak negara. Hal ini perlu terus diwaspadai agar tidak mengganggu pemulihan ekonomi ke depan," tegas Sri Mulyani.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Edi Suwiknyo
Editor : Ropesta Sitorus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper