Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dalam Omnibus Law, Pekerja Punya Hak Menolak Di-PHK

Dalam UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan tidak menyertakan secara jelas bahwa karyawan bisa menolak PHK, sedangkan dalam omnibus law tercantum.
Buruh dari berbagai serikat pekerja melakukan aksi memperingati Hari Buruh Internasional (May Day) di kawasan Jalan Sudirman-Thamrin, Jakarta, Rabu (1/5/2019)./Bisnis-Nurul Hidayat
Buruh dari berbagai serikat pekerja melakukan aksi memperingati Hari Buruh Internasional (May Day) di kawasan Jalan Sudirman-Thamrin, Jakarta, Rabu (1/5/2019)./Bisnis-Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA -- Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyepakati Omnibus Law Cipta Kerja menjadi undang-undang. Salah satu isinya terkait pemutusan hubungan kerja (PHK), omnibus law membolehkan karyawan untuk menolak di-PHK.

Dalam pasal 151 Undang-Undang No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, ayat 1 tertulis pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah, dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja.

Sementara pada ayat 2, dalam hal segala upaya telah dilakukan, tetapi pemutusan hubungan kerja tidak dapat dihindari, maka maksud pemutusan hubungan kerja wajib dirundingkan oleh pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh atau dengan pekerja/buruh apabila pekerja/buruh yang bersangkutan tidak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh.

“Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 benar-benar tidak menghasilkan persetujuan, pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja/buruh setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial,” tulis UU terebut.

UU tersebut tidak menyertakan secara jelas bahwa karyawan bisa menolak PHK, sedangkan dalam omnibus law tercantum.

Omnibus law pasal 151 ayat 1 tertulis, pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah, harus mengupayakan agar tidak terjadi pemutusan hubungan kerja.

Ayat 2 berbunyi, dalam hal pemutusan hubungan kerja tidak dapat dihindari maka maksud dan alasan pemutusan hubungan kerja diberitahukan oleh pengusaha kepada pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh.

“Dalam hal pekerja/buruh telah diberitahu dan menolak pemutusan hubungan kerja maka penyelesaian pemutusan hubungan kerja wajib dilakukan melalui perundingan bipartit antara pengusaha dengan pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh,” tulis ayat 3.

Lalu ayat 4 berbunyi, dalam hal perundingan bipartit sebagaimana dimaksud pada ayat 3 tidak mendapatkan kesepakatan maka pemutusan hubungan kerja dilakukan melalui tahap berikutnya sesuai mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper