Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Indeks Manufaktur Turun, Pabrikan Tekstil Ekspor Hadapi Pelemahan Pasar

Indeks manufaktur pada September 2020 kembali menurun. Di sektor industri tekstil, penurunan pembelian bahan baku oleh pabrikan berorientasi ekspor diduga menjadi pemicunya.
Proses penjahitan produk tekstil di pabrik PT Pan Brothers Tbk. /panbrotherstbk.com
Proses penjahitan produk tekstil di pabrik PT Pan Brothers Tbk. /panbrotherstbk.com

Bisnis.com, JAKARTA - Indeks manufaktur pada September 2020 kembali menurun. Di sektor industri tekstil, penurunan pembelian bahan baku oleh pabrikan berorientasi ekspor diduga menjadi pemicunya.

Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menyatakan beberapa pabrikan berorientasi ekspor menurunkan pembelian bahan baku karena menurunnya pembelian di pasar global. Hal tersebut menyebabkan utilisasi beberapa pabrikan sedikit terkontraksi.

"[Utilisasi pada] September-Oktober masih bisa dikatakan flat. Posisi rata-rata 50 persen, tapi sebagian pabrik ada penurunan utilisasi," kata Sekretaris Jenderal API Rizal Rakhman kepada Bisnis, Kamis (1/10/2020).

Rizal menyatakan tantangan utama yang dihadapi pabrikan TPT pada September 2020 bukan kembali berlakunya pembatasan sosial berskala besar penuh (PSBB). Pasalnya, beberapa sentra bahan baku industri garmen seperti Tanah Abang dan Mangga Dua masih buka.

Menurutnya, tantangan utama yang dihadapi pabrikan pada akhir kuartal III/2020 adalah belum membaiknya daya beli konsumen. Selain itu, pertumbuhan ekonomi kuartal III/2020 yang tetap negatif membuat perekonomian nasional jatuh ke jurang resesi.

"Jadi, orang mau investasi agak ragu. Kemudian, konsumen menengah bawah masih belum mau belanja tekstil, sedangkan konsumen menengah atas masih belum spending durable goods," ucapnya.

Rizal menyampaikan pihaknya sudah melakukan beberapa langkah agar permintaan di pasar global setidaknya terjaga hingga akhir tahun. Adapun, langkah yang dimaksud Rizal adalah perjanjian jual-beli antara pabrikan TPT nasional dan buyer internasional.

Adapun, inti kerja sama tersebut adalah menjadikan Indonesia sebagai negara pemasok utama produk-produk tekstil yang diinginkan buyer internasional. Rizal berujar kerja sama tersebut merupakan kelanjutan nota kesepahaman antara pelaku industri TPT dengan serikat pekerja industri TPT.

"[Kerja sama] itu penting untuk membangun sentimen pasar yang positif. [Kerja sama itu menunjukkan] bahwa Indonesia adalah negara yang tepat untuk mereka memberikan order karena kondisi antara [pelaku] industri TPT dan serikat pekerja [harmonis]. Buyer sensitif dengan isu-isu ketenagakerjaan," katanya.

Sementara itu, Rizal menyatakan pihaknya memilih strategi bertahan dalam meningkatkan pasar domestik dengan cara pengajuan safeguard produk garmen. Menurutnya, strategi tersebut dipilih lantaran daya beli di pasar domestik yang belum pulih.

Rizal menilai pengaturan tata niaga produk TPT impor menjadi kunci, khususnya pakaian jadi impor. Badan Pusat Statistik (BPS) mendata nilai impor pakaian jadi naik 3,95 persen secara tahunan pada 2019 menjadi US$830,3 juta.

Rizal menyatakan pihaknya telah mengusulkan langkah nontariff barrier (NTB) berupa pemindahan pelabuhan entry point ke daerah Papua kepada pemerintah. Selain itu, API masih dalam tahap administrasi dalam mengusulkan penerbitan safeguard produk pakaian jadi.

"Daya beli [rendah] dan impor pakaian jadi. Ini faktor penghambat naiknya kinerja industri TPT," ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Andi M. Arief
Editor : Fatkhul Maskur
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper