Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Resesi, Kenaikan Harga Pangan Turut Membayangi RI

Berdasarkan laporan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) per 30 September 2020, harga cabai merah terpantau terus mengalami kenaikan. Sejak awal September, harga cabai merah meningkat dari Rp29.400 hingga Rp37.700 per kilogram.
Ilustrasi
Ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA -- Secara siklus, kuartal IV biasanya menjadi periode kenaikan harga pangan lantaran bertepatan dengan musim hujan yang mengganggu produksi dan kenaikan permintaan jelang akhir tahun. 

Memasuki kuartal IV/2020, harga sejumlah komoditas pangan di Tanah Air pun mulai merangkak naik. Tetapi, pemerintah telah menyiapkan strategi agar harga pangan dapat terkendali dan tidak memperparah situasi akibat resesi.

Berdasarkan laporan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) per 30 September 2020, harga cabai merah terpantau terus mengalami kenaikan. Sejak awal September, harga cabai merah meningkat dari Rp29.400 hingga Rp37.700 per kilogram.

Kemudian, harga daging ayam juga terpantau naik dari Rp29.950 menjadi Rp31.450 per kilogram. Selain cabai merah dan daging ayam, harga minyak goreng juga terpantau naik sejak awal bulan dari Rp13.850 menjadi Rp14.150 per kilogram.

Harga sejumlah komoditas lain seperti bawang putih yang sempat melonjak dalam beberapa hari belakangan pun patut menjadi peringatan bagi pemerintah agar tidak menjadi gong bencana bagi harga pangan pada kuartal IV.

Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) Abdullah Mansuri mengatakan kenaikan harga pangan di sepanjang September 2020 dialami oleh komoditas yang relatif terpengaruhi oleh pergantian musim, di antaranya, cabai rawit, cabai merah, dan bawang merah.

Adapun, harga cabai rawit tercatat bergerak cukup fluktuatif di sepanjang September dengan kisaran Rp32.050 - Rp32.800 per kilogram.

Namun, per Rabu (30/9/2020), harga cabai rawit terpantau naik cukup signifikan dari sehari sebelumnya, yakni dari Rp30.900 menjadi Rp31.550 per kg.

Sementara untuk bawang merah,  pergantian musim belum tidak memberikan efek terhadap harga yang menunjukkan tren penurunan di sepanjang September 2020 dari Rp30.600 menjadi Rp30.300 per kg. 

Secara umum, kenaikan yang dialami oleh sejumlah komoditas pangan dalam beberapa pekan terakhir dinilai relatif aman karena daya beli masyarakat yang masih rendah. Meskipun demikian, kata Abdullah, untuk produksi pada Oktober 2020 patut dikhawatirkan.

"Kenaikan dalam beberapa pekan terakhir terpantau relatif aman, karena daya beli masyarakat turun. Namun, dikhawatirkan memasuki Oktober menjadi masalah tersendiri. Apakah produksinya aman atau tidak? Kalau produksi tidak aman maka Oktober bakal menjadi bulan yang rawan bagi sejumlah komoditas," ujar Abdullah kepada Bisnis, Rabu (30/9/2020).

Abdullah memperkirakan sejumlah komoditas pangan yang berpotensi memasuki fase rawan pada Oktober, antara lain cabai rawit hijau, cabai rawit merah, telur ayam, daging ayam, dan bawang putih yang dikatakan menjadi penyumbang inflasi dari tahun ke tahun.

Selanjutnya, Abdullah memperkirakan ketersediaan stok bahan pangan yang tengah mengalami kenaikan harga dalam beberapa pekan terakhir tetap aman hingga akhir 2020. Penyebabnya, kata Abdullah, adalah daya beli masyarakat yang masih rendah.

Dia pun menilai, pemerintah mesti memikirkan strategi agar produksi pangan tetap aman hingga akhir tahun.

"Kementerian Pertanian [Kementan] harus bisa memetakan wilayah prioduksi. Untuk kuartal ketiga ini, produksi yang tidak aman apa saja, agar masuk tahun depan bisa relatif terjaga? Kemudian, berapa banyak produksi komoditas pangan kuartal ini yang tidak aman?" lanjutnya.

Secara terpisah, Head of Research Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Felippa Ann Amanta meminta pemerintah untuk mewaspadai fluktuasi harga pangan di akhir tahun. 

Menurutnya, pergerakan harga sebagai parameter ketersediaan komoditas pangan di pasar perlu terus dipantau untuk menjaga daya beli masyarakat.

Khusus untuk beras, dia menilai ketersediaan komoditas satu ini juga perlu terus dipastikan mengingat dampak perubahan iklim sudah menyebabkan mundurnya masa panen petani padi di beberapa daerah.

Untuk solusi jangka panjang, koordinasi antar pihak terkait harus dilakukan agar fenomena kenaikan ini tidaklah menjadi kejadian yang akan selalu berulang dari tahun ke tahun.  

Terkait dengan resesi yang kini sedang melanda perekonomian Indonesia, Felippa mengatakan melemahnya kinerja pertumbuhan ekonomi juga akan memengaruhi banyak hal, salah satunya adalah daya beli masyarakat.

“Untuk tetap menjaga daya beli masyarakat pada komoditas pangan, ketersediaannya di pasar harus tetap dipastikan supaya harganya tetap stabil,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper