Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ekonomi RI Masuk ke Jurang Resesi, Ini Pesan DPR kepada Pemerintah

Said menekankan bahwa semua pihak harus patuh dan disiplin pada protokol kesehatan. Pemerintah juga perlu untuk terus meningkatkan kemampuan tes, pelacakan, isolasi dan perawatan, serta menyiapkan vaksin dengan baik sampai awal tahun depan.
Gedung Kementerian Keuangan/kemenkeu.go.id
Gedung Kementerian Keuangan/kemenkeu.go.id

Bisnis.com, JAKARTA - Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Said Abdullah meminta pemerintah mengoptimalkan serapan anggaran untuk mempercepat pemulihan ekonomi.

Dia juga meminta pemerintah segera menyiapkan vaksin Covid-19 paling lama sampai awal tahun depan. Hal ini diungkapkan Said Abdullah saat membacakan hasil pembicaraan tingkat 1 Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2021 dalam Rapat Paripurna di DPR.

"Mari kita hadapi resesi dan pandemi dengan kerjasama dan sense of crisis yang sama," kata Said, Selasa (29/9/2020).

Said menekankan bahwa semua pihak harus patuh dan disiplin pada protokol kesehatan. Pemerintah juga perlu untuk terus meningkatkan kemampuan tes, pelacakan, isolasi dan perawatan, serta menyiapkan vaksin dengan baik sampai awal tahun depan.

Di sisi lain, DPR juga akan fokus mengawal, agar serapan program belanja pembangunan dalam APBN tahun 2020 bisa dioptimalkan. Sebagai lembaga yang memiliki fungsi budgeter, DPR bisa ikut mengawasi penggunaan anggaran penanganan Covid-19 supaya akselerasi pemulihan ekonomi bisa terwujud.

"Kami bisa merasakan bahwa bekerja di tengah pandemi tidak mudah. Terdapat keterbatasan ruang gerak, termasuk keterbatasan personil serta daya dukung," jelasnya.

Seperti diketahui bahwa penyerapan anggaran PEN masih belum sesuai ekspektasi. Sebagai akibatnya, pemerintah memperkirakan ekonomi Indonesia tahun ini mengalami resesi di kisaran minus 1,7% - minus 0,6%.

Di sisi lain, sejumlah lembaga global mengeluarkan angka yang lebih pesimis untuk pertumbuhan perekonomian RI. Bank Dunia memperkirakan ekonomi Indonesia akan terkontraksi di angka minus 2%, sedangkan OECD memberikan prediksi di kisaran minus 3,3%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Edi Suwiknyo
Editor : Ropesta Sitorus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper