Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Permintaan Anjlok, Industri Alat Berat di Ambang Pingsan

Industri alat berat menilai krisi ekonomi pada 2020 merupakan krisis yang terberat dari dua krisis sebelumnya pada 1998 dan 2008. Pasalnya, industri alat berat telah terpukul sejak 2019.
Pekerja menggunakan alat berat beraktivitas di proyek infrastruktur milik salah satu BUMN Karya di Jakarta, Kamis (13/2/2020). Bisnis/Arief Hermawan P
Pekerja menggunakan alat berat beraktivitas di proyek infrastruktur milik salah satu BUMN Karya di Jakarta, Kamis (13/2/2020). Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA - Industri alat berat menilai krisi ekonomi pada 2020 merupakan krisis yang terberat dari dua krisis sebelumnya pada 1998 dan 2008. Industri alat berat kini di ambang pingsan karena telah terpukul sejak 2019.

Himpunan Industri Alat Berat Indonesia (Hinabi) menyatakan utilisasi pabrikan alat berat mulai menurun sejak 2019 saat harga batu bara terpukul. Adapun, industri batu bara berkontribusi lebih dari 60 persen pada total industri alat berat nasional.

"[Saat ini] kapasitas produksinya turun 62 persen, kalau [penurunan volume] permintaan lebih besar dari itu karena di distributor masih banyak stok. Permintaan turun sekitar 60-70 persen [secara tahunan sejak Maret 2020]," kata Ketua Umum Hinabi Jamalludin kepada Bisnis, Rabu (23/9/2020).

Jamalludin menyatakan target produksi pada akhir tahun ini direvisi jauh dari target awal menjadi sekitar 3.000 unit atau turun 41,75 persen dari target awal tahun. Mulanya, Jamaludin menargetkan total produksi pada akhir 2020 hanya mampu mencapai sekitar 5.151 unit atau turun 15 persen dari realisasi 2019.

Pada 2019, industri alat berat nasional memproduksi sekitar 6.060 unit atau sekitar 3.030 tiap semesternya. Jamaludin menyatakan realisasi produksi pada Januari-Juni 2020 hanya mencapai 1.500 unit atau anjlok 50,49 persen secara tahunan.

Di samping itu, rata-rata tingkat produktivitas di tiap pabrikan hanya mencapai 25 persen selama pandemi. Angka tersebut lebih rendah dari rata-rata tingkat produktivitas pada sektor manufaktur yakni di kisaran 50 persen.

Alhasil, saat ini arus kas pabrikan alat berat tidak lagi tertekan, tapi sudah berada di zona merah sejak awal semester II/2020. Walaupun pabrikan alat berat masih dapat bertahan, Jamalludin menyatakan banyak pabrikan pendukung industri alat berat yang sudah gulung tikar.

"[Kondisi arus kas mayoritas pabrikan] sudah kondisi minus. Jadi, sekarang bukan mencari profit, tapi mengurangi kerugian," katanya.

Walakin, Jamaludin optimistis kondisi industri alat berat akan rebound pada 2021. Pasalnya, Jamaludin menilai saat ini merupakan titik terbawah industri alat berat nasional.

Sebelumnya, Jamalludin telah meminta beberapa langkah yang harus dilakukan pemerintah  agar tren penurunan produksi pada 2019 tidak berlanjut . Jamalludin setidaknya tiga proposal. 

Pertama, memprioritaskan produk alat berat lokal daripada produk impor. Jamalludin menilai langkah tersebut perlu dilakukan agar pabrikan dapat mengeluarkan alat berat di gudang industri. 

Oleh karena itu, Jamalludin menilai perlu adanya harmonisasi regulasi antara Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan.

Kedua, "Caranya, kami minta implementasi TKDN [tingkat komponen dalam negeri]. Sekarang sudah di sekitar level 40 persen."

Ketiga, peningkatan kompetensi sumber daya manusia industri alat berat dengan perumusan standar kompetensi kerja nasional (SKKNI) remanufakturing industri alat berat. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Andi M. Arief
Editor : Fatkhul Maskur
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper