Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Lagi, Kadin Minta Insentif Biaya Listrik Industri

Kamar Dagang Indonesia (Kadin) kembali meminta keringanan biaya listrik kepada pemerintah. Sebab, pabrik yang tak kunjung mampu menaikkan utilisasi itu tetap diminta beroperasi untuk menghindari pemutusan hubungan kerja (PHK).
Suasana pabrik kertas di salah satu fasilitas Asian Pulp and Paper (APP), perusahaan yang membawahkan PT Pindo Deli Pulp and Paper Mills, induk dari Lontar Papyrus. /asianpulppaper
Suasana pabrik kertas di salah satu fasilitas Asian Pulp and Paper (APP), perusahaan yang membawahkan PT Pindo Deli Pulp and Paper Mills, induk dari Lontar Papyrus. /asianpulppaper

Bisnis.com, JAKARTA - Kamar Dagang Indonesia (Kadin) kembali meminta keringanan biaya listrik kepada pemerintah. Sebab, pabrik yang tak kunjung mampu menaikkan utilisasi itu tetap diminta beroperasi untuk menghindari pemutusan hubungan kerja (PHK).

Wakil Ketua Umum Bidang Industri Kadin Johnny Darmawan menyarankan agar insentif listrik selanjutnya berkaitan langsung dengan besaran tarif yang harus dibayarkan pabrikan. Seperti diketahui, insentif listrik sebelumnya merupakan pelonggaran kewajiban pabrikan dalam penggunaan listrik dalam kondisi normal.

"Kami minta [kepada pemerintah agar] berikan insentif, tapi tolong hanya kepada industri yang kapasitasnya tidak bisa menutupi beban operasional, kedua yang mati tidak hiduppun tidak," katanya kepada Bisnis, Rabu (16/9/2020).

Johnny mengatakan insentif tersebut harus diberikan secara selektif. Adapun, salah satu kriteria pemberian insentif listrik baru harus melihat arus kas pabrikan.

Badan Pusat Statistik (BPS) mendata keringanan tagihan listrik untuk usaha menjadi konsensus bagi pabrikan dalam semua skala produksi. Adapun, 41,18 persen industri kecil dan menengah (IKM) mendukung adanya insentif tersebut, sedangkan angka pada industriawan besar mencapai 43,53 persen.

Johnny menambahkan insentif listrik baru nantinya tidak boleh diberikan pada industri yang masih mendapatkan laba saat pandemi. Johnny mencontohkan seperti industri telekomunikasi, farmasi, dan makanan dan minuman.

Walakin, Johnny menilai insentif listrik sebelumnya juga jangan dicabut. Pasalnya, utilisasi pabrikan dinilai akan kembali terkontraksi akibat pembatasan sosial berskala besar (PSBB) penuh kembali diterapkan di beberapa daerah.

Seperti diketahui, PT Perusahaan listrik Negara (Persero) telah menghapuskan penggunaan minimum 40 jam nyala. Alhasil, PLN hanya menghitung penggunaan riil pabrikan.

PLN telah menyiapkan mekanisme pemberian stimulus TTL dari pemerintah berupa pembebasan rekening minimum bagi pelanggan sosial, bisnis, dan industri dengan daya dimulai dari 1.300 VA ke atas. Jika pemakaian pelanggan di bawah kWh minimum, pelanggan cukup membayar sesuai pemakaian kWh-nya.

Adapun selisih dari jam nyala minimum terhadap realisasi pemakaian serta biaya beban dibayar pemerintah. Stimulus ini berlaku selama Juli-Desember 2020.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Andi M. Arief
Editor : Fatkhul Maskur
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper