Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Syarat Penampang Kayu Ekspor Diperluas, HIMKI Khawatir

Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) menyatakan persetujuan tersebut bertentangan dengan semangat hilirisasi yang tertuang dalam Undang-undang (UU) No. 3/2014 tentang perindustrian.
Pedagang membawa mebel kayu dengan becak motor hingga melebihi kapasitas, di Lhokseumawe, Aceh, Kamis (21/9)./ANTARA-Rahmad
Pedagang membawa mebel kayu dengan becak motor hingga melebihi kapasitas, di Lhokseumawe, Aceh, Kamis (21/9)./ANTARA-Rahmad
Bisnis.com, JAKARTA -- Pelaku usaha furnitur menilai persetujuan perluasan penampang kayu ekspor dari 10.000 milimeter sebagai langkah yang kontraproduktif.
Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) menyatakan persetujuan tersebut bertentangan dengan semangat hilirisasi yang tertuang dalam Undang-undang (UU) No. 3/2014 tentang perindustrian.
"Bahan baku [kayu] dengan alasan apapun tidak boleh diekspor karena akan mengganggu kelangsungan industri [antara dan hilir] dalam negeri," ujar Sekretaris Jenderal HIMKI Abdul Sobur kepada Bisnis, Minggu (13/9/2020).
Sobur menjelaskan persetujuan perluasan penampang ekspor tersebut didasari argumen bahwa industri hilir tidak dapat menyerap bahan baku dari industri hulu kayu. Sejauh ini, persetujuan tersebut hanya berlaku untuk kayu meranti dan merbau.
Namun demikian, Sobur mengkhawatirkan persetujuan tersebut dapat dimanfaatkan oknum untuk menyelundupkan kayu jati dan mahoni yang menjadi bahan baku utama pabrikan furnitur dan kerajinan. Alhasil, persetujuan tersebut secara langsung maupun tidak akan berdampak bagi ketersediaan bahan baku industri hilir.
 
Sobur mengatakan peniadaan ekspor kayu dapat menjadikan tingkat komponen dalam negeri produk furnitur nasional berada di kisaran 85 persen. Dengan kata lain, kontribusi devisa yang dihasilkan industri furnitur maupun kerajinan akan sangat efektif dibandingkan sektor manufaktur lainnya.
Sejauh ini, Sobur berujar ketersediaan bahan baku bagi industri furnitur dan kerajinan relatif masih aman, khususnya untuk kayu jati dan mahoni. Walakin, kata Sobur, risiko persetujuan perluasan penampang kayu ekspor perlu diantisipasi.
Di sisi lain, Sobur menyatakan pihaknya masih memperjuangkan penghapusan sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK) di industri hilir kayu. Pasalnya, SVLK pada industri hilir kayu olahan dinilai menjadi penghambat pertumbuhan industri furnitur dan kerajinan nasional. 
 
Sobur menyampaikan usulan asosiasi tersebut telah disampaikan pada Wakil Ketua DPR Rachmat Gobel saat mengunjungi sentra industri kecil dan menengah (IKM) furniture di Jepara.
Menurutnya, Rachmat akan mendiskusikan usulan tersebut kepada pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perdagangan, Kementerian Kehutanan, dan Kementerian Perindustrian.
 
"[Rachmat] justru sangat menyarankan [agar produksi oleh] IKM dibantu untuk optimal saat ini agar terjadi pemulihan. Responnya sangat positif [saat kunjungan tersebut]." ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper