Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Stimulus Energi, API : Hapus Syarat Pakai Minimum Tak Relevan Lagi

Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional menilai pemberian stimulus listrik harus diubah. Pasalnya, peniadaan syarat pemakaian minimum 40 jam sudah tidak relevan dengan kondisi saat ini.
Pabrik tekstil Sritex/Antara-R. Rekotomo
Pabrik tekstil Sritex/Antara-R. Rekotomo

Bisnis.com, JAKARTA - Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional menilai pemberian stimulus listrik harus diubah. Pasalnya, peniadaan syarat pemakaian minimum 40 jam sudah tidak relevan dengan kondisi saat ini. 

Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menyatakan stimulus peniadaan pemakaian minimum 40 jam relevan diluncurkan saat utilisasi mayoritas pabrikan di bawah 20 persen pada Mei-Juni 2020. Adapun, saat ini utilisasi pabrikan telah berada di atas level 50 persen, sebagian bahkan menyentuh posisi 60 persen. 

"Saat ini ada industri yang [utilisasinya] masih [sekitar] 20 persen. [Stimulus peniadaan minimum pakai 40 jam] bermanfaat bagi mereka, tapi jumlahnya sedikit, tidak sampai 10 persen [dari total pabrikan TPT nasional]," ucap Sekretaris Jenderal API Rizal Rakhman kepada Bisnis, Rabu (9/9/2020). 

Oleh karena itu, Rizal mengusulkan setidaknya dua poin, yang salah satunya dapat dilakukan pemerintah. Kedua usulan tersebut dinilai dapat memperpanjang napas arus kas industriawan TPT dalam waktu dekat.

Pertama, pemberian diskon pada pukul 22.00-06.00 bagi pabrikan TPT. Rizal menilai stimulus tersebut akan mengobati "luka" pada industri TPT akibat pandemi yang saat ini masih ditutup seadanya.

Kedua, pemotongan tagihan listrik sebesar 20 persen selama pandemi Covid-19. Menurutnya, pemotongan tersebut dapat dilakukan dengan cara pemotongan langsung maupun penggantian pembayaran.

Rizal menilai pemberian salah satu stimulus tersebut akan mempercepat waktu pemulihan industri TPT nasional dari 1 tahun-1,5 tahun menjadi 8-9 bulan. Dengan kata lain, pemulihan industri TPT dapat dipercepat dari sekitar kuartal III/2021 menjadi sekitar kuartal II/2021.

Rizal menyampaikan sejauh ini pabrikan masih belum melihat tanda-tanda pertumbuhan positif pada akhir 2020. Dengan kata lain, Rizal masih memproyeksikan pertumbuhan produksi industri TPT terkoreksi sekitar 1 persen pada akhir tahun ini dibandingkan realisasi 2019.

Sebelumnya, Rizal menilai masalah utama yang dihadapi industri TPT saat ini adalah daya beli masyarkat yang rendah. Menurutnya, pelonggaran protokol pembatasan sosial berskala besar (PSBB) telah memberikan stimulus pada pabrikan untuk kembali beraktivitas.

Pasalnya, pelonggaran PSBB tersebut membuat distributor bahan baku bagi industri antara maupun hilir TPT kembali terbuka. Akan tetapi, pergerakan pabrikan tersebut tidak diikuti oleh perbaikan serapan produk TPT oleh konsumen.

"Ujungnya, bagaimana pemerintah mendorong daya beli masyarakat [saat ini]. Itu yang penting," ucapnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Andi M. Arief
Editor : Fatkhul Maskur
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper