Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sentil Erick Thohir, Faisal Basri: Jangan Hanya Sesumbar

Jumlah kasus positif virus Corona (Covid-19) setiap hari selalu menembus 2.000 kasus. Naik, naik, dan entah dimana puncaknya.
Menteri BUMN Erick Thohir melambaikan tangan/Reuters-Giorgio Perottino
Menteri BUMN Erick Thohir melambaikan tangan/Reuters-Giorgio Perottino

Bisnis.com, JAKARTA - Baru-baru ini, Menteri BUMN Erick Thohir mengumbar bahwa ekonomi Indonesia lebih baik daripada Singapura dan Malaysia. Apakah pernyataan tersebut benar?

Mari kita tengok bagaimana penanganan kesehatan di Indonesia terhadap virus corona (Covid-19) yang juga memukul ekonomi dan memberikan dampak sistemik ke sektor-sektor lain. Dimulai dari angka kematian karena Covid-19 di Indonesia sudah mencapai 6.071 orang hingga Sabtu (15/8/2020).

Angka ini lebih tinggi dan sangat jauh di atas negara-negara di kawasan Asia Tenggara. Adapun jumlah kematian di Singapura hanya 27 kasus, Malaysia 125 kasus, dan Filipina 2.600 kasus. Case fatality rate (CFR) — jumlah orang yang meninggal dibagi jumlah kasus— Indonesia pun jauh lebih tinggi yaitu 4,42 persen dibandingkan dengan Singapura yang hanya 0,05 persen, Malaysia 1,36 persen, dan Filipina 1,65 persen.

Perbandingan yang dilakukan oleh Erick Thohir membuat Faisal Basri menggaruk-garuk kepala. Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Faisal Basri mengungkapkan Erick Thohir membandingkan kontraksi ekonomi Indonesia yang hanya 5,3 persen dengan kontraksi Singapura 13 persen, Filipina 16 persen, dan Malaysia 17 persen.

"Alasannya sangat sederhana dan naif, yaitu kontraksi ekonomi di ketiga negara itu jauh lebih parah karena menerapkan lockdown. Erick Thohir mengklaim keputusan Presiden Joko Widodo tidak memilih kebijakan lockdown atau karantina total sebagai keputusan yang sangat tepat," tulis Faisal dalam blognya, Sabtu (15/8/2020).

Faisal mengungkapkan bahwa negara-negara yang menerapkan pembatasan sosial ketat berskala nasional tentu saja mengakibatkan aktivitas perekonomian sangat merosot, karena cara itu yang paling ampuh untuk menjinakkan pandemik Covid-19 sebelum tersedia vaksin.

"Karena hanya menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) lokal, tidak nasional, dan itu pun tidak dijalankan secara konsisten dan sudah diperlonggar ketika kasus terus naik, tentu saja masih banyak aktivitas ekonomi yang dengan leluasa terus berjalan di Indonesia. Akibatnya sangat fatal. Virus kian leluasa menjalan ke seantero negeri."

Hingga saat ini, virus corona sudah menjangkiti 482 kabupaten/kota atau 94 persen dari 514 kabupaten/kota yang ada di Indonesia.

Faisal menilai penanganan Covid-19 di Indonesia tergolong buruk dan kapasitas sistem pelayanan kesehatan sangat tertinggal dibandingkan dengan Singapura, Malaysia, dan Filipina. Kondisi ini yang membuat angka kematian resmi di Indonesia akibat Covid-19 jauh lebih tinggi, yaitu 6.071 sampai hari ini.

Saat jumlah kasus di Indonesia terus naik, naik, dan naik. Singapura dan Malaysia malah telah berhasil mengendalikan pandemi Covid-19.

Kasus harian di Singapura sudah cukup lama turun drastis dan sekarang hanya di bawah 100 kasus. Jumlah yang masih terjangkit (active cases) tinggal 4.585.

Sementara itu, Malaysia hanya mencatat kasus kumulatif sangat rendah (9.175 kasus) dan sebagian besar sudah sembuh. Adapun jumlah pasien Covid-19 di Singapura yang masih dalam perawatan hanya 219 kasus dan tambahan kasus harian hanya puluhan.

Mari menengok kasus di Filipina yang memang lebih besar dari Indonesia. Namun, Filipina lebih agresif dalam mengendalikan virus dengan melakukan testing yang jauh lebih banyak dari Indonesia.

Jumlah tes per satu juta penduduk di Filipina sebanyak 18.258, sedangkan Indonesia hanya 6.802. Faisal juga memperkirakan Filipina akan lebih cepat menjinakkan Covid-19 ketimbang Indonesia.

"Ketiga negara itu amat mengutamakan kesehatan publik dan nyawa manusia. Mereka benar-benar menjalankan prinsip saving lives is saving the economy. Sedangkan Indonesia menggunakan jargon 'gas-rem' sebagaimana dikatakan Presiden. Itu cerminan Indonesia tidak punya strategi yang terukur alias trial and error," tegas Faisal.

Kini, Singapura dan Malaysia telah memetik hasil dari kerja keras mengendalikan pandemi Covid-19. Aktivitas ekonomi secara bertahap telah dibuka dengan indikator yang sangat terukur.

Meskipun pada saat kuartal II/2020, ekonomi negara tetangga terkontraksi lebih dalam, Faisal memperkirakan pada kuartal IV/2020 pertumbuhan ekonomi Malaysia dan Singapura berpeluang lebih baik dari Indonesia. "Tahun 2021 mereka bisa pulih dengan pola V-shaped recovery dan lebih pasti."

Faisal menyangkan bahwa pemerintah melontarkan pernyataan yang naif dan tidak memiliki sense of crisis yang tinggi. Dia mengungkapkan bahwa pemerintah harus mengatur strategi dan taktik yang cepat dan tepat, bila tak ingin lama-lama 'bersakit-sakitan.'

"Pandemi tidak bisa dijinakkan dengan mengumbar pernyataan-pernyataan pelipur lara. Jika perilaku pembuat kebijakan cuma sebatas membusungkan dana dengan menjustifikasi langkah-langkah yang telah mereka lakukan dan memaksakan ekonomi menjadi komandan, maka akhirnya ongkos ekonomi yang harus ditanggung bakal jauh lebih mahal," tegasnya.

Maka, bukan tidak mungkin pemulihan ekonomi Indonesia semakin tak pasti, karena ekonomi tak akan maju berkelanjutan di tengah pandemik yang belum terjinakkan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper