Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Misbakhun & Luluk Sebut Ada Agenda Asing dalam Industri Rokok

Sejauh ini, penerimaan dari cukai rokok belum tergantikan dengan besaran mencapai lebih dari Rp150 triliun.
Petani merawat tanaman tembakau jenis Mantili di lereng gunung Sindoro Desa Canggal, Candiroto, Temanggung, Jawa Tengah, Jumat (19/6/2020). Sebagian besar petani di kawasan lereng gunung Sindoro, gunung Sumbing dan gunung Prau saat ini menanam tembakau yang puncak panen rayanya akan berlangsung pada bulan Agustus mendatang. ANTARA FOTO/Anis Efizudin
Petani merawat tanaman tembakau jenis Mantili di lereng gunung Sindoro Desa Canggal, Candiroto, Temanggung, Jawa Tengah, Jumat (19/6/2020). Sebagian besar petani di kawasan lereng gunung Sindoro, gunung Sumbing dan gunung Prau saat ini menanam tembakau yang puncak panen rayanya akan berlangsung pada bulan Agustus mendatang. ANTARA FOTO/Anis Efizudin

Bisnis.com, JAKARTA — Seorang Anggota Komisi XI dan seorang Komisi IV DPR bersepakat menolak Framework Convention on Tobacco Control karena menganggapnya berbahaya.

Misbakhun, Anggota Komisi XI DPR, mengatakan ketidaksepakatannya terhadap Framework Convention on Tobacco Control (FTTC) yang coba diimplementasikan ke Indonesia. Dia bahkan mengeklaim telah mengutarakan hal tersebut langsung kepada Presiden Joko Widodo.

“Saya akan selalu menolak FTTC karena, menurut saya, ini adalah agenda asing yang coba disematkan di Indonesia. Ini jihad saya. Menurut saya, rokok kretek adalah kearifan lokal yang musti dijaga,” katanya, Sabtu (15/8/2020).

Misbakhun menegaskan bahwa FTTC adalah agenda asing untuk melemahkan Indonesia karena dengan pelemahan industri rokok, maka penerimaan pajak akan menurun.

Di sisi lain, lanjutnya, Pemerintah Indonesia bersikap menerima pajak, tetapi enggan menyebut tembakau sebagai industri strategis.

Sejauh ini, penerimaan dari cukai rokok belum tergantikan dengan besaran mencapai lebih dari Rp150 triliun. Oleh sebab itu, dia berharap supaya pemerintah tidak coba mengimplementasikan FTTC.

Menurutnya, bila cukai rokok terus dinaikkan, hal itu akan berdampak pada kematian industri tembakau skala kecil. Selain itu tingkat peredaran rokok illegal juga akan terus meningkat.

“Kita perlu melibatkan semua pemangku kepentingan untuk merumuskan dan mencari jalan tengah industri tembakau yang komprehensif,” katanya,

Senada dengan Misbakhun, Luluk Nur Hamidah, Anggota Komisi IV DPR, juga menyatakan tidak sepakat dengan FTTC. Menurutnya, kesepakatan itu adalah agenda asing untuk mengontrol Indonesia.

“Tembakau disebutkan sebagai komoditas yang negatif karena menyebabkan adiktif. Namun, ini tidak adil karena sebelum ini diputuskan seharusnya ada riset dan pengembangan terlebih dahulu,” katanya.

Luluk yang mewakili subkomisi bidang pertanian mengatakan bahwa seandainya rokok itu dilarang, bukan berarti tembakau sebagai komoditas perkebunan musti diberangus. Pasalnya, dia percaya bahwa tembakau dapat menjadi bahan baku selain rokok.

“Tembakau itu memerlukan tanah dan suhu yang khusus dan tidak setiap daerah memiliki itu. Jadi, kalau petani harus menggantinya itu aneh karena menanam tembakau diaanggap kesalahan,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Pandu Gumilar
Editor : Zufrizal
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper