Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Impor Borongan TPT : Praktik Lama, Modus Beda

Setelah dimusnahkan pada 2016, praktek impor kini datang lagi menyerang industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dengan modus baru. Industriwan menilai gangguan tersebut dapat membuat perekonomian nasional ke jurang resesi pada akhir September 2020.
Penjual bahan kain menata dagangannya di Pusat Grosir Tanah Abang, Jakarta, Jumat (14/9/2018)./ANTARA-Muhammad Adimaja
Penjual bahan kain menata dagangannya di Pusat Grosir Tanah Abang, Jakarta, Jumat (14/9/2018)./ANTARA-Muhammad Adimaja

Bisnis.com, JAKARTA - Setelah dimusnahkan pada 2016, praktek impor kini datang lagi menyerang industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dengan modus baru. Industriwan menilai gangguan tersebut dapat membuat perekonomian nasional ke jurang resesi pada akhir September 2020.

Asosiasi Produsen Serat, dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) menemukan bahwa modus yang digunakan oknum importir saat ini adalah door-to-door. Dengan kata lain, oknum langsung mendatangi peritel dan menawarkan produknya dalam jumlah besar tanpa jaminan dan surat-surat pendukung.

Adapun, produk TPT yang ditawarkan masih diproduksi dari China, Namun demikian, alur pengirimannya tidak langsung ke pelabuhan entry-point nasional, tapi singgah di Malaysia atau Singapura untuk menghindari bea masuk tambahan dari aturan safeguard yang diterbitkan akhir kuartal I/2020.

"Ini [praktik impor borongan] menjadi masalah kronis. Pemerintah harus segera ambil tindakan mau diapain. Ini sudah jadi penyakit menahun," kata Sekretaris Jenderal APSyFI Redma Wirawasta kepada Bisnis, Rabu (12/8/2020).

Secara kasat mata, certificate of origin (COO) yang dimiliki tercantum dalam kontainer impor borongan tersebut berasal dari Malaysia karena telah singgah di Malaysia selama beberapa waktu. Namun, praktik tersebut tetap ilegal karena aturan dagang yang disepakati negara-negara di Asia Tenggara.

Adapun, kesepakatan tersebut adalah produk yang diekspor dari suatu negara harus memiliki nilai tambah setidaknya 40 persen. Karena produk TPT hasil impor borongan hanya singgah, produk tersebut tidak memenuhi aturan tersebut dan dapat dikatakan sebagai produk ilegal.

Redma mengalkulasikan importasi yang tidak sesuai prosedur tersebut mencapai 331.000 ton atau sekitar 16.000 kontainer selama 5 bulan terakhir. Artinya, telah masuk sekitar 1.300 kontainer per bulan dengan pendapatan negara dari pajak impor dan bea masuk yang hilang mencapai Rp2,3 triliun.

Seperti diketahui,, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 50/2020 tentang Pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) terhadap Produk Kain. Beleid tersebut membuat kain dari China terkena bea masuk tambahan.

Produk kain yang tercantum dalam 107 pos tarif dikenakan tarif mulai dari Rp1.718 per meter hingga Rp7.142 per meter berdasarkan jenis kain dan periode impor. Adapun, tarif tersebut akan berangsur mengecil hingga 8 November 2022.

Redma mencatat ada tiga pelabuhan entry-point kain yang berasal dari praktik impor borongan tersebut yakni pelabuhan Tanjung Priok, Tanjung Emas, dan Belawan. "[Pelabuhan] entry-point-nya di Pulau Jawa semua."

Redma menyatakan pihaknya sebelumnya telah mengusulkan agar pelabuhan entry-point produk TPT dipindahkan ke Indonesia bagian timur. Menurutnya, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) telah mengakomodasi permintaan tersebut, tapi usulan tersebut terhenti di Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan urung terealisasi.

Dampak Impor Borongan

Seperti diketahui, utilisasi industri TPT anjlok ke bawah level 20 persen saat pandemi Covid-19 menyerang pada APril-Mei 2020. Namun demikian, perbaikan utilisasi pabrikan mulai terjadi pada akhir semester I/2020.

Namun demikian, perbaikan utilisasi tersebut mengalami bottlenecking di industri kain karena masuknya impor borongan dengan modus baru tersebut. Alhasil, perbaikan utilisasi pada industri antara dan hulu TPT masih berada di kisaran 20 persen saat utilisasi industri garmen mulai menanjak ke level 40 persen pada akhir semester I/2020.

Adapun, utilisasi industri hulu baru mencapai level 40 persen pada awal Agustus 2020 dan utilisasi industri garmen telah naik ke level 60 persen. Redma menyatakan industri kain sebelumnya memiliki rencana untuk menambah investasi karena permintaan pasar yang meningkat.

Walakin, kembalinya praktik impor borongan membuat industri antara kini menahan ekspansi. Redma menilai hal tersebut disebabkan oleh adanya potensi kembali jenuhnya pasar kain nasional oleh produk impor seperti 2016 silam.

Sebelumnya, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) melaporkan beberapa pabrikan kain telah menyatakan komitmen untuk melakukan ekspansi. Berdasarkan data Kemenperin, satu pabrikan berpotensi untuk menambah 400 mesin tenun.

Redma menyatakan kasus penggelapan 27 kontainer produk TPT di pelabuhan Batam hanya sebagian kecil dari kasus impor borongan sejak Maret 2020. Menurutnya, pemerintah harus cepat membenahi masalah ini agar perekonomian nasional terhindar dari resesi.

Redma meramalkan penyelesaian isu impor borongan selambatnya harus diselesaikan sebelum Agustus 2020 berakhir. Redma menyarankan agar otoritas memeriksa faktur di peritel maupun pelabuhan untuk menyelesaikan masalah impor borongan kali ini.

"Ini masalah sistemik, praktik impor borongan itu rentetan masalahnya ke mana-mana. [Perbaikan masalah ini] bahkan bisa menghindarkan kita dari resesi. [Pasalnya,] motor awal [industri TPT] itu gampang bergerak," ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Andi M. Arief
Editor : Fatkhul Maskur
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper