Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Apindo : Implementasi RUU Ciptaker September 2020 Sudah Tepat, Ini Alasannya

Pernyataan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir terkait dengan implementasi Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) mulai September 2020 dalam pertemuan dengan pihak Kamar Dagang dan Industri (Kadin) beberapa waktu lalu dinilai tepat.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B. Sukamdani (kiri) bersama dengan Wakil Ketua Umum Shinta Widjaja Kamdani saat Rapat Kerja dan Konsultasi Nasional (Rakerkonas) APINDO 2020 yang dilakukan secara virtual di Jakarta, Rabu (12/8/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B. Sukamdani (kiri) bersama dengan Wakil Ketua Umum Shinta Widjaja Kamdani saat Rapat Kerja dan Konsultasi Nasional (Rakerkonas) APINDO 2020 yang dilakukan secara virtual di Jakarta, Rabu (12/8/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA -- Pernyataan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir terkait dengan implementasi Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) mulai September 2020 dalam pertemuan dengan pihak Kamar Dagang dan Industri (Kadin) beberapa waktu lalu dinilai tepat.

Menurut Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani, hal tersebut tepat lantaran reset dan transformasi ekonomi pascapandemi virus corona (Covid-19) yang akan dikerjakan pemerintah dinilai satu paket dengan RUU Ciptaker.

Dia mengatakan RUU Cipta Kerja memiliki posisi penting dalam proses reseting dan transformasi ekonomi yang memerlukan keseimbangan antara penyerapan tenaga kerja dan lapangan kerja yang tersedia.

"Situasi ini menjadi esensial sehingga RUU Ciptaker sangat dibutuhkan dalam proses reseting dan transformasi ekonomi pascapandemi Covid-19. Jika tidak demikian akan makin tidak karuan. Sekarang saja ada ketegangan di lapangan karena perusahan-perusahaan tidak bisa membayar penuh pekerjanya, bahkan ada yang tidak digaji," ujar Hariyadi kepada Bisnis, Rabu (12/8/2020).

Menurutnya, reseting atau penataan ulang dan transformasi ekonomi perlu disesuaikan dengan kondisi nyata di lapangan. Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, jelasnya, pemerintah tidak melihat secara serius dampak dari ketidakseimbangan antara penyerapan tenaga kerja dan lapangan kerja yang tersedia.

Kondisi yang demikian, lanjutnya, bakal membuat bonus demografi yang ditargetkan pada 2030 justru menjadi beban jika aturan terkait dengan ketenagakerjaan tersebut tidak diubah.

Sebagai tindak lanjut, Hariyadi mengatakan pelaku usaha akan melakukan upaya untuk menciptakan permintaan dengan menetapkan harga yang kompetitif melalui penurunan harga.

Dia menambahkan, upaya yang dilakukan pemerintah sejauh ini dinilai sudah cukup baik. Hanya saja, masih perlu perbaikan di ranah eksekusi. "Misalnya, Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang mengharuskan tidak adanya tunggakan Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS). Itu tidak mungkin, karena saat ini perusahaan pada nunggak," ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Rahmad Fauzan
Editor : Fatkhul Maskur
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper