Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Permintaan Vitamin Meningkat, Kalbe Farma Kembangkan Obat Herbal

Presiden Direktur Kalbe Farma Vidjongtius mengatakan pengembangan dua produk obat herbal saat ini sudah mencapai tahap uji klinis.
Presiden Direktur PT Kalbe Farma Tbk. Vidjongtius memberikan paparan saat berkunjung ke kantor Bisnis Indonesia, di Jakarta, Selasa (15/5/2018)./JIBI-Dwi Prasetya
Presiden Direktur PT Kalbe Farma Tbk. Vidjongtius memberikan paparan saat berkunjung ke kantor Bisnis Indonesia, di Jakarta, Selasa (15/5/2018)./JIBI-Dwi Prasetya

Bisnis.com, JAKARTA - PT Kalbe Farma Tbk. saat ini sedang mengembangkan produk obat herbal dalam menjawab lonjakan permintaan vitamin dan suplemen kesehatan di pasar.

Presiden Direktur Kalbe Farma Vidjongtius mengatakan pengembangan dua produk obat herbal saat ini sudah mencapai tahap uji klinis. Selain itu, Kalbe Farma juga bekerja sama dengan konsosrsium inovasi nasional.

"Kedua produk tersebut sudah mendapatkan ijin edar dari BPOM [Badan Pengawas Obat dan Makanan]," katanya kepada Bisnis, Senin (10/8/2020).

Obat herbal pertama yang sedang dalam pengembangan adalah Fatigon Promuno yang menggunakan bahan baku jahe merah. Adapun produk lainnya adalah H2 Health & Happiness Cordyceps Militaris yang berbahan baku jamur kordisep.

Seperti diketahui, BPOM membagi obat berbahan alam Indonesia (OBAI) menjadi tiga klasifikasi, yakni jamu, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka. Sejauh ini, produk jamu mendominasi volume jenis produk OBAI atau lebih dari 11.000 produk.

Hal tersebut terjadi karena jamu merupakan produk yang memiliki bukti dukung dari bukti empiris. Sementara itu, obat herbal merupakan produk yang berasal dari jamu dan dibuktikan khasiatnya melalui uji klinis.

Untuk memproduksi obat herbal terstandar, produsen perlu mendapatkan sertifikasi bahan baku, sertifikasi cara produksi obat tradisional yang baik (CPOTB), dan uji mutu produk. Sejauh ini, BPOM mencatat baru ada sekitar 71 produk obat herbal terstandar.

Terakhir, fitofarmaka merupakan produk OBAI yang paling sulit dibuat karena berasal dari sintesis tanaman obat. Sampai saat ini baru ada 24 produk yang tercatat di BPOM.

Sejauh ini, BPOM telah menerbitkan nomor izin edar (NIE) untuk 330 produk immunomodulator. Secara rinci, penerbitan NIE tersebut dibagi menjadi 178 produk jamu, 149 produk suplemen kesehatan, dan 3 produk fitofarmaka.

Di sisi lain, ada peningkatan pendaftaran nomor izin edar (NIE) untuk produk supplemen kesehatan atau vitamin berbahan baku tanaman obat. Adapun, ada lonjakan pengajuan NIE sebesar 35 persen, sedangkan pendaftaran NIE untuk produk vitamin naik 236 persen.

Dalam laporan BPOM, permintaan produk vitamin di dalamnegeri membuat pabrikan farmasi menambah jam kerja menjadi 7 hari dengan 3 shift. Vidjongtius menilai peningkatan tersebut sejalan dengan kebutuhan vitamin dan suplemen di pasar.

Vidjongtius mendata penjualan vitamin dan suplemen kesehatan Kalbe Farma meningkat lebih dari 15 persen pada semester I/2020 secara tahunan. Menurutnya, pertumbuhan penjualan perseroan berbanding lurus dengan pertumbuhan utiisasi lini produki vitamin.

Vidjontius meramalkan tingkat kepedulian konsumen akan kesehatan di masa depan akan terus bertambah. Dengan kata lain, tren peningkatan permintaan vitamin dan suplemen belum akan terhenti dalam waktu dekat.

Di samping itu, Vidjongtius mulai berinovasi agar produk vitamin dan suplemen perseoroan lebih terjangkau. Salah satu inovasi yang dipertimbangkan adalah memproduksi vitamin maupun suplemen dengan bentuk produk atau kemasan yang lebih terjangkau.

"Misalnya dengan sediaan sebuk dalam sachet yang praktis dan nyaman dikonsumsi, tau kombinasi dengan bengan susu bubuk agar lebih sehat lagi kualitasnya," ucapnya.

Di sisi lain, Vidjongtius menilai tren perbaikan secara bertahap akan terjadi pada industri farmasi. Walakin, lanjutnya, peningkatan permintaan tersebut baru akan terjadi pada kuartal I/2020 atau saat vaksin Covid-19 sudah dapat dikonsumsi masyarakat luas.

Terpisah, Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan dan Kosmetik BPOM Maya Gustina Andarini mencatat saat ini permintaan obat pada industri farmasi anjlok selama masa pandemi. Pasalnya, jumlah pasien yang berobat ke rumah sakit turun drastis selama pandemi.

"Sekarang industri farmasi hidupnya dari [produksi] suplemen [karena permintaan] industri farmasi drop. Orang menahan ke rumah sakit," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Andi M. Arief
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper