Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Solusi Menghindari Resesi Ekonomi: dari Ekonom hingga Mantan Menteri

Belanja pemerintah bisa menjadi penyelamat ekonomi pada kuartal III/2020 sehingga mampu berada di jalur positif. Selain itu, kebijakan pemerintah sebaiknya diarahkan kepada upaya membangkitkan konsumsi masyarakat.
Sejumlah pekerja berjalan usai bekerja dengan latar belakang gedung perkantoran di Jl. Jenderal Sudirman, Jakarta, Kamis (16/4/2020). /ANTARA FOTO-Akbar Nugroho Gumay
Sejumlah pekerja berjalan usai bekerja dengan latar belakang gedung perkantoran di Jl. Jenderal Sudirman, Jakarta, Kamis (16/4/2020). /ANTARA FOTO-Akbar Nugroho Gumay

Bisnis.com, JAKARTA - Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang akan memasuki zona negatif pada kuartal II/2020 tidak terelakan lagi.

Kendati demikian, sejumlah tokoh mulai dari ekonom hingga mantan menteri keuangan angkat bicara terkait dengan solusi yang mungkin diambil para pemangku kebijakan. Belanja pemerintah bisa menjadi penyelamat ekonomi pada kuartal III/2020 sehingga mampu berada di jalur positif.

Kepala Ekonom Bank BCA David Sumual mengatakan ekonomi Indonesia pada kuartal II/2020 diperkirakan turun cukup dalam. Secara tahunan (year-on-year/yoy), ekonomi pada kuartal II/2020 diprediksi -5 persen.

“Penurunan yang cukup dalam ini utamanya karena perlambatan dari sisi belanja masyarakat, investasi, termasuk aktivitas perdagangan dalam dan luar negeri,” katanya kepada Bisnis, Selasa (4/8).

David mengatakan, belanja pemerintah sebenarnya bisa menopang pertumbuhan ekonomi, namun belum efektif pada kuartal kedua tahun ini.

“Diharapkan belanja pemerintah pada kuartal III/2020 bisa lebih cepat lagi sehingga pertumbuhan ekonomi pada periode tersebut bisa positif,” ujarnya.

Menurutnya, pertumbuhan ekonomi pada kuartal III/2020 berpotensi 4 persen selama belanja pemerintah efektif.

Peneliti Ekonomi Senior Institut Kajian Strategis Eric Alexander Sugandi mengatakan, masih ada peluang ekonomi tumbuh, dengan catatan realisasi Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) efektif.

“Konsumsi rumah tangga tetap menjadi kunci dari sisi demand, kemudian investasi. Pengeluaran pemerintah bisa membantu pertumbuhan, baik secara langsung maupun melalui multiplier effect via konsumsi rumah tangga dan investasi,” jelasnya.

Di samping itu, Eric mengatakan pertumbuhan yang lebih baik pada kuartal III/2020 juga terlihat dari sisi ekspor yang diprediksi membaik sejalan dengan dibukanya pintu ekonomi mitra dagang strategis Indonesia.

Di sisi lain, mantan menteri keuangan dan gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo menghimbau agar pemerintah merangkul sektor bisnis besar dan menegah. Pasalnya, sektor tersebut tidak mengalami kondisi seburuk krisis 1997-1998.

"Pebisnis tahu apa yang harus dilakukan ketika situasi ada perubahan. Jadi mereka harus dirangkul utk menjaga sosial ekonomi Indonesia," kata Agus.

Dia juga berpesan agar masyarakat disiplin mengikuti aturan protokol kesehatan. Menurut mantan menteri keuangan tersebut, tantangan pengendalian ekonomi dan sosial akan semakin besar jika muncul second wave.

"Di kuartal ketiga apabila momentum dijaga, kita bisa terhindar dari resesi. Tidak perlu dua kuartal harus negatif."

Agus memperkirakan pertumbuhan ekonomi di kuartal III/2020 bisa mencapai 1 persen. Sekalipun jatuh, dia yakin pertumbuhannya sekitar minus 0,5 persen.

Sementara itu, ekonom Universitas Indonesia Chatib Basri mengingatkan supaya pemerintah terus mempercepat pemulihan di sisi permintaan (demand) atau konsumsi.

Dalam salah satu kajiannya, bekas menteri keuangan di era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini menguji dua pertanyaan penting dalam mendorong ekonomi yakni apakah investasi yang mendorong konsumsi atau konsumsi yang mendorong ekonomi.

"Hasil kajian itu yang saya lakukan secara kuantitatif menunjukkan, kalau konsumsilah yang akan mendorong investasi [produksi]," kata Chatib, Senin (20/7/2020).

Chatib menambahkan jika konsumsi tidak bisa didorong, maka persoalan riil yang akan dihadapi pemerintah akan muncul pada 2021. OECD bahkan menyebut bahwa dua tahun dari sekarang, ekonomi masih bisa belum pulih.

Melihat persoalan utama dalam ekonomi saat ini adalah menurunnya kinerja sisi permintaan atau demand side, Chatib memandang fokus kebijakan pemerintah seharusnya mengaruh ke sisi tersebut.

Kebijakan insentif dunia usaha seharusnya ditinjau ulang ketika penyerapannya masih sangat rendah.

"Jadi ketika terbit PP 23/2020 tentang PEN, saya tidak terlalu yakin karena absorbsinya sangat rendah," kata Chatib, Senin (20/7/2020).

Dia mencontohkan insentif pajak bagi pelaku usaha yang terdampak Covid-19, penggunaannya masih sepi. Hal ini wajar di saat kondisi pandemi seperti sekarang banyak perusahaan tak bayar pajak karena merugi.

Chatib menyarankan daripada insentif yang diberikan tidak efektif, lebih baik alokasi anggarannya diberikan kepada kelompok menengah ke bawah dengan memberikan bantuan sosial dan bantuan langsung tunai (BLT).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Hadijah Alaydrus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper