Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Burden Sharing Indonesia Jadi Contoh untuk Negara Berkembang

Program burden sharing Indonesia adalah suatu keberhasilan karena memiliki kerangka waktu dan kerangka kerja yang jelas.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (kiri) didampingi Ketua Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memberikan penjelasan mengenai hasil rapat berkala Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), di Jakarta, Selasa (23/4/2019)./Bisnis-Dedi Gunawan
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (kiri) didampingi Ketua Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memberikan penjelasan mengenai hasil rapat berkala Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), di Jakarta, Selasa (23/4/2019)./Bisnis-Dedi Gunawan

Bisnis.com, JAKARTA - Langkah Bank Indonesia untuk membeli sekitar US$27 miliar obligasi langsung dari pemerintah mungkin terbukti menjadi pengecualian norma di pasar negara berkembang.

Dengan ekonomi dunia dalam krisis, pemerintah dituntut untuk merogoh anggaran lebih banyak dan meminta bank sentral membayar tagihan. Sebagian besar bank sentral melakukannya di pasar sekunder ketika diminta untuk membeli utang itu.

Tiga minggu setelah diputuskan, pasar mata uang dan obligasi tampaknya telah memberi sinyal untuk pembiayaan langsung saat Pemerintah Indonesia menyiapkan defisit anggaran lebih dari 5 persen dari produk domestik bruto tahun depan.

Para analis mengatakan hal itu terjadi karena Bank Indonesia menegaskan upaya itu merupakan program sekali jalan. Selain itu, para pejabat yang mempelopori rencana tersebut, seperti Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dapat dipercaya.

"Program burden sharing Indonesia adalah suatu keberhasilan karena memiliki kerangka waktu dan kerangka kerja yang jelas," kata Kepala Pasar Pendapatan Tetap di BNP Paribas Asset Management Jean-Charles Sambor, seperti dilansir Bloomberg, Selasa (28/7/2020).

Di banyak negara berkembang, undang-undang melarang bank sentral membeli utang langsung dari pemerintah. Namun kini beberapa negara membeli surat berharga domestik di pasar sekunder. Fitch Ratings Ltd. menyebutkan sejumlah negara telah mengambil pendekatan tersebut yakni Indonesia, Filipina, Thailand, Polandia, Afrika Selatan, Kroasia, Rumania, Hongaria, Chili, Kosta Rika, dan Kolombia.

Di Argentina, yang gagal membayar utangnya awal tahun ini, bank sentral telah mentransfer 1,3 triliun peso (US$18 miliar) ke Departemen Keuangan sejak lockdown pada 19 Maret. Uang tunai yang beredar telah melonjak, permintaan dolar tinggi. Dengan kontraksi ekonomi besar-besaran sedang berlangsung, harga konsumen melonjak tajam 53 persen.

Di sisi lain, Bank Rusia berada di bawah tekanan untuk membantu mendanai defisit anggaran yang tumbuh setelah eksportir energi dilanda pukulan ganda dari pandemi dan penurunan permintaan minyak global. Namun, suku bunga riil tetap positif sehingga masih ada ruang untuk menggunakan langkah-langkah konvensional.

South African Reserve Bank menolak permintaan untuk pembiayaan defisit dengan alasan itu akan membuat bank sentral bangkrut. Sementara itu, Reserve Bank of India belum membeli obligasi langsung dari pemerintah dan memperluas neraca di tengah pandemi dengan memungkinkan bank-bank meminjam dengan harga murah dan menyalurkan uang kembali ke pemerintah federal.

"Ada banyak pembicaraan tentang pembiayaan moneter, tetapi tindakan jauh lebih sedikit," kata Wakil Kepala Ekonom di Institute of International Finance yang berbasis di Washington Elina Ribakova.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Reni Lestari
Sumber : Bloomberg
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper