Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kewajiban Pasar Lokal Sawit Untuk Energi Perlu Dikaji Ulang

Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) saat itu mengusulkan adanya DMO untuk produk minyak goreng. Namun demikian, masifnya jumlah pelaku industri oleopangan di dalam negeri membuat pengawasan DMO minyak goreng runyam.
Pekerja mengangkat buah sawit yang dipanen di Kisaran, Sumatera Utara, Indonesia./Dimas Ardian - Bloomberg
Pekerja mengangkat buah sawit yang dipanen di Kisaran, Sumatera Utara, Indonesia./Dimas Ardian - Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA – Wacana penerapan aturan kewajiban pasar lokal (domestic market obligation/DMO) pada minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) untuk kebutuhan energi dikhawatirkan mengulang memori buruk pada 2009.

Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) saat itu mengusulkan adanya DMO untuk produk minyak goreng. Namun demikian, masifnya jumlah pelaku industri oleopangan di dalam negeri membuat pengawasan DMO minyak goreng runyam.

"[Saat itu] Ditjen Perpajakan menganggap bahwa [ada praktik] tipu-tipu sebab penerimaan pajak turun karena harga minyak goreng menjadi rendah. Siapa yang mau tanggung jawab [kalau hal yang sama terjadi]? Pertamina? Jangan asal cuap, tanya ke pelaku," ujar Ketua Umum Gimni Sahat Sinaga kepada Bisnis, Senin (20/7/2020).

Gimni menilai DMO tidak bisa diterapkan pada industri kelapa sawit lantaran jumlahnya yang banyak. Pasalnya, lanjutnya, DMO notabenenya dapat dikontrol jika jumlah pemain sedikit.

Seperti diketahui, salah satu industri yang memiliki DMO ke bidang energi adalah industri batu bara. Adapun, jumlah industri batu bara hanya sekitar 5-10 pabrikan, sedangkan pembelinya langsung ke satu entitas yakni PT PLN (Persero).

Namun demikian, jumlah pemain di industri kelapa sawit mencapai ribuan lantaran integrasi industri yang sudah cukup dalam. GIMNI mendata saat ini ada sekitar 860 industri perkebunan kelapa sawit, 87 pabrikan refinery, dan 21 pabrikan fatty acid methyl ether (FAME).

"Kalau dilihat, kemungkinan [kerja samanya] sudah ribuan. Siapa yang mau kontrol? Tidak bisa itu dikontrol," ucap Sahat.

Adapun, saat ini pemerintah memiliki badan usaha milik negara (BUMN) di industri perkebunan sawit, yakni  holding perkebunan PT Perkebunan Negara (Persero) atau PTPN. Sahat berpendapat PTPN tidak akan mau mengikuti DMO tersebut walaupun dimiliki negara.

Pasalnya, DMO yang saat ini sedang dibicarakan perwakilan rakyat akan mengatur volume dan harga yang diterima oleh Pertamina. Dengan kata lain, ada potensi selisih harga antara harga DMO dan harga komoditas CPO di pasar.

Oleh karena itu, Sahat menyarankan agar pemangku kepentingan saat ini menunggu harga minyak bumi kembali naik. Adapun, harga minyak bumi dalam 4 bulan terakhir telah naik 27,64 persen ke level US$43,4 per barrel.

"Kita tunggu saja, sebentar lagi harga [minyak bumi] akan tetap naik. Tren harga pada Mei-Juli sudah naik. Kita tunggu saja [dinamika pasar]," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper