Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kemendag Siap Penuhi Kebutuhan Bahan Bakar EBT Jepang

Pemerintahan Jepang berencana mengimpor olahan produk kelapa sawit mulai dari cangkang kelapa sawit hingga limbah kelapa sawit dari Indonesia.
Petani membawa kelapa sawit hasil panen harian di kawasan Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah, Rabu (11/5). Bisnis/Nurul Hidayat
Petani membawa kelapa sawit hasil panen harian di kawasan Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah, Rabu (11/5). Bisnis/Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA – Kebutuhan Pemerintah Jepang akan cangkang kelapa sawit (palm kernel shells/PKS) untuk energi baru dan terbarukan (EBT) disambut baik oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag).

Dalam hal ini, Kemendag menyatakan kesiapannya untuk memenuhi bahan bakar Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa  (PLTBM) tersebut.

Plt Direktur Jenderal Perdagangan Ekspor Nasional Kementerian Perdagangan (Kemendag) Srie Agustina mengatakan bahwa selain cangkang kelapa sawit, Pemerintahan Jepang akan mengimpor limbah dari kelapa sawit di Indonesia lainnya, seperti tandan kosong dan pelet dari hasil olahan tandan kosong kelapa sawit untuk kebutuhan biomassa dan peningkatan produksi listrik di Negeri Sakura tersebut.

"Untuk dapat memenuhi kebutuhan energi biomassa di Jepang yang potensinya sampai 90 biomassa, cangkang sawit dan pelet kayu dari Indonesia tersebut, tentunya harus memenuhi standar dan spesifikasi yang ditetapkan oleh Pemerintah Jepang. Dengan demikian, peluang pasar produk biomassa yang bahan bakunya dibutuhkan dari Indonesia bisa diproduksi sesuai kebutuhan negara Jepang," ujarnya lewat webinar, Selasa (14/7/2020).

Dia juga menjelaskan bahwa Jepang telah menerapkan kebijakan Feed in Tariff System (FIT) yang telah dimulai pada Juli 2012, yang mana kebijakan ini menggunakan struktur insentif untuk menciptakan siklus investasi, inovasi, dan pengurangan biaya produksi sehingga impor cangkang sawit Jepang dari dunia turut meningkat tajam sejak 2012.

"Selama periode 2015-2019 nilai ekspor cangkang sawit RI ke Jepang mengalami kenaikan yang cukup signifikan yaitu rata-rata sebesar 49 persen per tahun. [Kebijakan FIT merupakan] informasi yang sangat membahagiakan dan ini harus terus kita pelihara agar pasar tersebut tidak diganti negara lain," jelasnya.

Adapun, pada 2019, Jepang telah mengimpor 2,5 juta metrik ton cangkang sawit dari dunia dengan 85 persen di antaranya bersumber dari Indonesia.

Presiden Direktur The Japan External Trade Organization (JETRO) Jakarta, Keishi Suzuki pun mengamini bahwa pihaknya menggunakan produk samping dari perkebunan dan pabrik kelapa sawit tersebut untuk kebutuhan PLTBM.

Dia menjelaskan bahwa di tahun ini biomassa yang dibutuhkan sebanyak 10 juta ton dengan nilai ekspor yang dihasilkan dari komoditas ini diperkirakan mencapai 100 miliar yen atau setara Rp13,4 triliun.

"Kami memerlukan kestabilan harga dan pasokan dari luar negeri. Kantor kami banyak mendapatkan pertanyaan dari supplier dan kami juga kesulitan mencari barang selain dari sindikasi besar," ujarnya.

Suzuki mengatakan selama ini JETRO kesulitan dalam menetapkan harga karena minimnya pasokan. Padahal, sebagai barang sisa dari pengolahan minyak sawit stoknya sangat melimpah dan biaya produksinya pun sangat murah.

Dia menyatakan bahwa pihaknya akan menyiapkan jalur distribusi cangkang kelapa sawit agar biaya pengiriman semakin murah.

"Ini merupakan barang sisa yang diperoleh dari pengolahan minyak sawit sehingga tidak ada biaya produksi, namun ada biaya lainnya yang akan timbul seperti transportasi, gudang, biaya pengapalan sampai ke Jepang serta biaya lainnya yang ditimbulkan setelah tiba di Jepang, oleh karena itu perlu ada struktur logistik," paparnya.

Sementara itu, Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Osaka Mirza Nurhidayat mengatakan pemerintah Jepang bakal menerapkan penggunaan energi terbarukan sebesar 13—14 persen dari seluruh sumber energi.

“Apalagi pengembangan PLTBM di Jepang sangat cepat dan populer untuk mengurangi emisi gas karbon. Jepang sendiri telah menetapkan target penggunaan biomassa sebesar 3,7--4,6% sebagai sumber bahan bakarnya. Tentu ini akan membuka peluang kerja sama yang sangat besar dalam hal pengiriman bahan bakar," ungkapnya.

Dalam agenda yang sama peneliti senior Jepang Takanobu Aikawa menjelaskan bauran energi di Jepang akan meningkatkan porsi energi baru dan terbarukan mencapai antara 3,7 sampai 4,6 persen dari produksi listrik total atau sekitar 6 sampai 7,2 Giga Watt.

"Untuk keperluan itu lah Jepang memerlukan peningkatan penggunaan bahan biomassa yang sebagian besar diimpor dari Indonesia," ujarnya.

Sebagai informasi tambahan, sawit merupakan salah satu komoditas andalan Indonesia dan menjadi penyumbang devisa terbesar setelah batu bara. Berdasarkan data Kementerian Pertanian 2019, produksi sawit (minyak sawit dan inti sawit) 2018 tumbuh 6,85 persen menjadi 48,68 juta ton dari tahun sebelumnya.

Jumlah produksi tersebut terdiri atas sawit dari perkebunan rakyat sebesar 16,8 juta ton (35 persen), perkebunan besar negara 2,49 juta ton (5 persen), dan perkebunan besar swasta 29,39 juta ton (60 persen). Produksi sawit nasional telah melonjak lebih dari 5.600 persen atau sekitar 144 persen per tahun.

Sepanjang 2018 volume ekspor minyak sawit (Crude Palm Oil/CPO) juga naik 1,85 persen menjadi 28,3 juta ton dari tahun sebelumnya. Namun, nilainya turun sebesar 12 persen seiring jatuhnya harga CPO di pasar internasional sebesar 21 persen menjadi US$ 535/ton dari tahun sebelumnya US$ 679/ton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper