Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Skema Burden Sharing, Ekonom Soroti Serapan Anggaran yang Masih Rendah

Ada dua komponen dalam burden sharing yang disepakati Pemrintah dan BI, yaitu berdasarkan komponen pembiayaan untuk public goods dan non-public goods.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (kiri) didampingi Ketua Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memberikan penjelasan mengenai hasil rapat berkala Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), di Jakarta, Selasa (23/4/2019)./Bisnis-Dedi Gunawan
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (kiri) didampingi Ketua Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memberikan penjelasan mengenai hasil rapat berkala Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), di Jakarta, Selasa (23/4/2019)./Bisnis-Dedi Gunawan

Bisnis.com, JAKARTA - Bank Indonesia bersama dengan Pemerintah telah menyepakati skema burden sharing untuk memenuhi kebutuhan dana dalam rangka pemulihan ekonomi nasional (PEN)

Sebagaimana diketahui, ada dua komponen dalam burden sharing yang disepakati Pemrintah dan BI, yaitu berdasarkan komponen pembiayaan untuk public goods dan non-public goods.

Pembiayaan public goods, terdiri dari pembiayaan di bidang kesehatan, perlindungan sosial, serta sektoral kementerian/lembaga (K/L) dan Pemda, yang total anggarannya mencapai Rp397,65 triliun.

Untuk skema ini, beban akan ditanggung seluruhnya oleh BI melalui pembelian Surat Berharga Negara (SBN) dengan mekanisme private placement dan dengan tingkat kupon sebesar BI reverse repo rate.

Komponen kedua, yaitu pembiayaan non-public goods untuk UMKM dan Korporasi non-UMKM. Pembiayaan ini akan ditanggung oleh Pemerintah melalui penjualan SBN kepada market dan BI berkontribusi sebesar selisih bunga pasar (market rate) dengan BI reverse repo rate 3 bulan dikurangi 1 persen.

Sementara, untuk pembiayaan non-public goods lainnya, beban akan ditanggung seluruhnya oleh Pemerintah sebesar market rate.

Peneliti Ekonomi Senior Institut Kajian Strategis (IKS) Eric Alexander Sugandi menilai opsi burden sharing ini dipilih oleh Bank Indonesia dikarenakan adanya pertimbangan keadaan darurat untuk menyelamatkan kondisi APBN dan perekonomian.

Namun menurutnya, Pemerintah mestinya mengoptimalkan dulu alokasi APBN yang ada sebelum menaikkan target defisit dan pembiayaan, mengingat anggaran PEN yang masih sedikit terserap.

"Kita bisa lihat bahwa penyerapan anggaran untuk PEN masih rendah, tetapi pemerintah menaikkan lagi defisit dan target financing melalui SBN," katanya, Senin (6/7/2020).

Eric menilai wajar jika dalam kondisi resesi, konsep burden sharing diterapkan karena kombinasi kebijakan fiskal dan moneter yang ekspansif memang dibutuhkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.

"Jangan sampai pemerintah berhutang yang tidak perlu karena belum mengoptimalkan anggaran yang ada," tuturnya.

Eric menyampaikan ke depan, yang perlu diperhatikan adalah pemerintah harus menjaga jangan sampai bujet defisit terus membengkak ketika penggunaan bujet yang ada belum optimal.

Selain itu, imbuhnya, besaran (angka) yang sudah disepakati untuk dipenuhi oleh BI jangan dinaikkan lagi. Menurutnya, kebijakan tersebut tentunya akan berdampak ke persepsi pelaku pasar terhadap independensi BI dalam menjalankan kebijakan moneter.

"Jangan sampai BI terlihat berkurang independensinya karen berusaha mengakomodasikan keinginan pemerintah," jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Maria Elena
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper