Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Mengenal Burden Sharing, Kompromi Tanggung Renteng Sri Mulyani & Perry Warjiyo

Setelah pembahasan alot dalam beberapa pekan terakhir, kemarin akhirnya Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mensepakati skema burden sharing untuk menambal defisit anggaran negara karena Covid-19. 
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memaparkan kondisi terkini perekonomian Indonesia dalam sebuah teleconference, Jumat (17/4)/Kementerian Keuangan (Screenshoot)
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memaparkan kondisi terkini perekonomian Indonesia dalam sebuah teleconference, Jumat (17/4)/Kementerian Keuangan (Screenshoot)

Bisnis.com, JAKARTA - Dalam beberapa bulan terakhir publik diributkan dengan isu burden sharing terkait dengan kebutuhan pembiayaan pemulihan ekonomi akibat virus corona. Apalagi Presiden Joko Widodo sampai turun tangan untuk mengawal kebijakan tersebut.

Setelah pembahasan alot dalam beberapa pekan terakhir, kemarin akhirnya Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mensepakati skema burden sharing untuk menambal defisit anggaran negara karena Covid-19. 

Sebenarnya apakah itu burden sharing? Adalah skema menanggung beban bersama antara pemerintah, yakni Menteri Keuangan sebagai otoritas fiskal, dan Bank Indonesia sebagai otoritas moneter guna memenuhi kebutuhan pembiayaan untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional karena dampak Covid-19.

Skema burden sharing ini pernah diterapkan saat krisis moneter 1997-1998. Kala itu otoritas moneter mengucurkan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Namun, BLBI tersebut dibayar oleh pemerintah, sedangkan ada pembagian beban pada biaya bunga pada surat utang yang diterbitkan. 

Adapun dalam skema burden sharing kali ini didasarkan pada kelompok penggunaan pembiayaan untuk public goods/benefit dan non-public goods/benefit. Pembiayaan public goods yang menyangkut hajat hidup orang banyak, terdiri dari pembiayaan di bidang kesehatan, perlindungan sosial, serta sektoral kementerian/lembaga (K/L) dan Pemda.

Sedangkan pembiayaan untuk non-public goods yang menyangkut upaya pemulihan ekonomi dan dunia usaha, terdiri dari pembiayaan untuk usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), Korporasi non-UMKM, dan non-public goods lainnya.

Untuk pembiayaan public goods, beban akan ditanggung seluruhnya oleh BI melalui pembelian Surat Berharga Negara (SBN) dengan mekanisme private placement dengan tingkat kupon sebesar BI reverse repo rate, di mana BI akan mengembalikan bunga/imbalan yang diterima kepada pemerintah secara penuh.

Sementara itu, pembiayaan non-public goods untuk UMKM dan Korporasi non-UMKM, akan ditanggung oleh Pemerintah melalui penjualan SBN kepada market dan BI berkontribusi sebesar selisih bunga pasar (market rate) dengan BI reverse repo rate 3 bulan dikurangi 1%.

Adapun, untuk pembiayaan non-public goods lainnya, beban akan ditanggung seluruhnya oleh Pemerintah sebesar market rate.

Sebagai ilustrasi, untuk kelompok public goods, Pemerintah menerbitkan SBN kepada BI dengan suku bunga acuan BI reverse repo rate. Sesuai tanggal jatuh tempo SBN, pemerintah membayar bunga/imbalan kepada BI. Selanjutnya, pada hari yang sama BI akan mengembalikan bunga/imbalan kepada pemerintah sebagai kontribusi BI sesuai skema burden sharing.

Jenis dan karakteristik SBN yang diterbitkan adalah jangka panjang, tradable dan marketable, dengan memperhatikan profil jatuh tempo utang. Pembelian SBN oleh BI akan dilakukan secara bertahap berdasarkan kebutuhan pembiayaan APBN dan kebutuhan riil program Pemulihan Ekonomi Nasional.

Menurut Kemenkeu, penerapan skema burden sharing bukan merupakan hal baru dan tidak hanya dilakukan oleh Indonesia. Skema ini juga dilakukan oleh beberapa negara lain, seperti Inggris, Jepang, Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Thailand.

Negara tersebut dinilai dapat tetap menjaga tingkat inflasi dan nilai tukar meskipun menggunakan skema burden sharing ini. Selain itu, berdasarkan laporan Bank of International Settlement (BIS) yang dipublikasikan 2 Juni 2020 disebutkan bahwa bank sentral di beberapa negara berkembang juga berperan sebagai last resort, seperti Meksiko, Hungaria, Filipina dan Turki.

Berikut ini skema burden sharing Kemenkeu dan Bank Indonesia:

- Beban Dampak Covid-19 untuk Public Goods (Kesehatan, Perlindungan Sosial, Sektoral, K/L, Pemda) Rp397 triliun ditanggung 100 persen oleh BI.

- Non-Public Goods (UMKM) sebesar Rp123,46 triliun ditanggung pemeritah dengan skema bunga BI Reverse Repo Rate diskon 1 persen.

- Non-Public Goods (Korporasi Non-UMKM) ditanggung pemerintah dengan bunga BI Reverse Repo Rate.

- Non Public Goods (Lainnya) ditanggung 100% oleh pemerintah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper