Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sri Mulyani Kembali Gagas Redenominasi, Rp1.000 Jadi Rp1. Kapan?

Dalam PMK No.77/PMK.01/2020 terkait rencana strategis Kementerian Keuangan 2020-2024, tertuang bahwa redenominasi rupiah menjadi salah satu prioritas Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Pegawai Bank BNI Syariah menunjukan uang rupiah di kantor cabang di Jakarta, Senin (2/3/2020). Bisnis/Abdurachman
Pegawai Bank BNI Syariah menunjukan uang rupiah di kantor cabang di Jakarta, Senin (2/3/2020). Bisnis/Abdurachman

Bisnis.com, JAKARTA - Perubahan harga rupiah atau redenominasi kembali menjadi fokus perhatian Kementerian Keuangan, di bawah kepemimpinan Menteri Keuangan Sri Mulyani, pada periode 2020-2024.

Hal tersebut tertuang dalam PMK No.77/PMK.01/2020 terkait rencana strategis Kementerian Keuangan 2020-2024.

Redenominasi merupakan proses penyederhanaan penyebutan mata uang rupiah. Dalam kajian sebelumnya, redenominasi akan menghilangkan 3 nol dalam nominal mata uang saat ini, tetapi tidak akan mengurangi nilainya.

Menilik ke belakang, sebelum Sri Mulyani memprioritaskan dalam rencana strategis Kemenkeu hingga empat tahun ke depan, Bisnis mencatat redenominasi pernah direncanakan oleh Darmin Nasution ketika menjabat sebagai Gubernur Bank Indonesia pada periode 2009-2013.

Pada 2011, Darmin menyatakan keyakinannya proses redenominasi akan dimulai sebelum 2013.

"Sebelum masa jabatan habis saya ingin membuat BI itu lebih baik. Sistem pengawasan bank beres, moneter beres, termasuk redenominasi," ujarnya pada 17 Agustus 2011.

Sri Mulyani Kembali Gagas Redenominasi, Rp1.000 Jadi Rp1. Kapan?

Darmin Nasution, saat menjabat sebagai Menteri Koordinator Perekonomian, mengumumkan Paket Kebijakan Ekonomi XVI di Kantor Presiden, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jakarta, Jumat (16/11/2018)./ANTARA-Puspa Perwitasari

Darmin mengutarakan alasan perlu dilakukan redenominasi karena pecahan uang Indonesia terlalu besar, sehingga menimbulkan inefisiensi dan kenyamanan dalam melakukan transaksi.

Redenominasi juga dipersiapkan untuk kesetaraan ekonomi Indonesia dengan kawasan saat memasuki era Masyarakat Ekonomi Asean 2015. Namun, hingga masa jabatannya di BI berakhir, rencana tersebut belum terlaksana.

Wacana ini kembali diteruskan oleh Gubernur BI selanjutnya, yaitu Agus D.W Martowardojo yang menjabat pada periode 2013 hingga 2018. Di bawah kepemimpinan Agus, BI telah mengajukan rancangan undang-undang (RUU) pada 2016 untuk dibahas pada prolegnas 2017.

Sayangnya, RUU tersebut belum terpilih karena prolegnas 2017 fokus pada undang-undang terkait penerimaan negara.

Saat itu, Agus menilai kondisi ekonomi Indonesia sudah tepat untuk menerapkan redenominasi, terutama ketika kondisi inflasi rendah dan pertumbuhan ekonomi membaik pada kuartal I/2017 sebesar 5,01 persen yoy.

"Kami lihat kuartal I/2017 dibandingkan kuartal I/2017 atau dibanding kuartal IV/2016 semuanya lebih baik. Jadi, ini saat yang tepat," ujarnya Senin (29/5/2017).

Hingga Agus lengser, rencana redenominasi juga belum terlaksana. Sampai pada pemilihan Deputi Gubernur Senior BI pada tahun lalu, wacana ini kembali menguat.

Para anggota dewan menitipkan sejumlah harapan kepada Destry Damayanti yang terpilih mengisi jabatan tersebut, yaitu terkait dengan produk keuangan, suku bunga acuan, dan redenominasi rupiah.

Ketua Komisi XI DPR-RI Melchias Markus Mekeng mengatakan agar pemerintah perlu segera melakukan sosialisasi. Tujuannya untuk memberi pemahaman kepada rakyat bahwa redenominasi rupiah bukan pemotongan uang.

"Kalau cuma prolegnas [redenominasi rupiah] boleh saja. Yang penting hemat saya rakyat harus paham redenominasi bukan potong uang karena kita pernah alami masa potong uang dan rakyat kehilangan uang," ujar Melchias.

Sri Mulyani Kembali Gagas Redenominasi, Rp1.000 Jadi Rp1. Kapan?

Menteri Keuangan Sri Mulyani (kedua kiri) berbincang dengan Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso (kiri), Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo (kedua kanan) dan Destry Damayanti, saat masih menjabat sebagai Anggota Dewan Komisioner LPS (kanan) usai memberikan keterangan pers, di Jakarta, Kamis (23/5/2019)./ANTARA-Galih Pradipta

Adapun, pada tahun ini pemerintah memprioritaskan redenominasi dalam rencana strategis Kemenkeu 2020-2024 dengan dua alasan.

Pertama, kebutuhan terkait efisiensi perekonomian berupa percepatan waktu transaksi, berkurangnya risiko human error, dan efisiensi pencantuman harga barang/jasa karena sederhananya jumlah digit rupiah.

Kedua, menyederhanakan sistem transaksi, akuntansi, dan pelaporan APBN karena tidak banyaknya jumlah digit rupiah.

Dengan masuknya redenominasi rupiah dalam fokus pemerintah hingga 2024, perlu ditunggu apakah akan terlaksana sebelum pemerintahan berganti, atau akan kembali menjadi rencana seperti masa-masa sebelumnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper