Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Maskapai Berjadwal Andalkan Kargo Udara, Ekspor Butuh Stimulus

Pada Semester II/2020 di tengah penerbangan penumpang yang masih belum bangkit akibat pandemi virus corona, angkutan kargo pun akan mendominasi, sementara ekspornya butuh stimulus.
Petugas melakukan bongkar muat barang di Terminal Kargo Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Senin (25/2/2019)./Bisnis-Felix Jody Kinarwan
Petugas melakukan bongkar muat barang di Terminal Kargo Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Senin (25/2/2019)./Bisnis-Felix Jody Kinarwan

Bisnis.com, JAKARTA - Angkutan kargo udara akan menjadi andalan para maskapai berjadwal untuk meraup untung pada Semester II/2020 di tengah penerbangan penumpang yang belum bangkit akibat pandemi virus corona. Angkutan kargo pun akan didominasi alat-alat kesehatan, ekspornya membutuhkan stimulus.

Ketua Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Yukki Nugrahawan Hanafi menuturkan pada Semester II/2020 ini potensi cargo lebih banyak pada alat-alat kesehatan terutama obat dan perlengkapan lain ya yang berkaitan dengan Covid-19.

"Ekspektasinya dengan mulai diberlakukan new normal produksi mulai bergerak sehingga ada produk-produk yang kembali bisa dikirim baik di dalam negeri maupun tujuan ekspor, ekonomi mulai bergerak lagi dan tarif angkutan udara sudah mulai sedikit turun, tidak seperti awal adanya all cargo passenger aircraft yang tarifnya sangat mahal," jelasnya kepada Bisnis, Minggu (5/7/2020).

Dia berharap pemerintah dapat memberi stimulus pada pesawat angkutan barang internasional sehingga produk-produk yang tidak bisa diekspor karena mahalnya pesawat angkutan barang dapat kembali diekspor. Dengan demikian, aktivitas ekspor pun dapat semakin menggeliat.

Menurutnya, hampir semua penerbangan berjadwal kini fokus kepada angkutan barang (kargo), padahal sebelumnya pendapatan dari penumpang itu mencapai angka 95 persen dari total pendapatan maskapai. Namun, di era pandemi virus corona ini pendapatan angkutan barang pesawat penumpang mencapai 90 persen. Artinya, pada saat pandemi Covid-19 ini angkutan cargo menjadi pendapatan utama.

"Saat ini maskapai penerbangan dari Jakarta dan Bali dua bandara dengan volume terbesar untuk tujuan ekspor masih terbatas jumlahnya karena penerbangan internasional dari dan ke luar negeri selama ini mengandalkan angkutan penumpang. Bagasi diisi oleh angkutan kargo," paparnya.

Di masa normal, biaya mengangkut penumpang sebetulnya sudah dapat menutupi biaya penerbangan itu sendiri, sehingga angkutan barang hanya menjadi bonus pendapatan semata bagi para maskapai berjadwal tersebut. Sayangnya, di saat pandemi berlangsung tidak banyak barang yang bisa diangkut melalui udara, sehingga praktis tidak banyak maskapai yang mau terbang mengangkut barang ekspor.

"Contoh anggota ALFI di Bali terpaksa harus menyewa [carter] pesawat ke Manila, Filipina untuk mengangkut ikan Nener hanya guna menjaga loyalitas pelanggannnya. Pernah kami mencoba mau mengangkut manggis, tapi masih terlalu mahal dari regular flight sebelum pandemi ini sebagai contoh," terangnya.

Yukki menegaskan pada saat pandemi berlangsung selama lebih dari 3 bulan, pesawat penumpang kesulitan beroperasi dan mencoba bermain di angkutan barang. Namun, biaya menjadi sangat mahal dan produk dari Bali pun tidak banyak yang mampu memenuhi load factor maskapai yang sudah beralih fokus tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper