Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Status Upper Middle Income Country Berdampak Negatif Bagi Indonesia, Kok Bisa?

Kenaikan status Indonesia menjadi upper middle income country justru berdampak negatif, terutama bagi perdagangan internasional, pembiayaan utang, serta serapan tenaga kerja. Ini analisisnya.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara (kanan) dan Peneliti Indonesia for Global Justice (IGJ) Hafidz Arfandi memberikan paparan dalam diskusi bertajuk Di Bawah Bayangan Perang Dagang & Ancaman Defisit Berkepanjangan, di Jakarta, Selasa (18/6/2019)./Bisnis-Felix Jody Kinarwan
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara (kanan) dan Peneliti Indonesia for Global Justice (IGJ) Hafidz Arfandi memberikan paparan dalam diskusi bertajuk Di Bawah Bayangan Perang Dagang & Ancaman Defisit Berkepanjangan, di Jakarta, Selasa (18/6/2019)./Bisnis-Felix Jody Kinarwan

Bisnis.com, JAKARTA - Status Indonesia akhirnya meningkat dari middle income country atau negara berpendapatan menegah menjadi upper middle income country atau negara berpendapatan menengah atas

Bank Dunia menaikkan status Indonesia berdasarkan GNI per capita Indonesia tahun 2019 yang meningkat menjadi US$4.050, dari posisi sebelumnya US$3.840.

Peningkatan status ini diharapkan dapat meningkatkan investasi, memperbaiki kinerja neraca perdagangan, mendorong daya saing ekonomi, dan memperkuat dukungan pembiayaan untuk Indonesia.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menilai kenaikan status Indonesia menjadi upper middle income country justru berdampak negatif, terutama bagi perdagangan internasional, pembiayaan utang, serta serapan tenaga kerja.

Bhima menjelaskan, dari sisi perdagangan internasional, konsekuensinya produk Indonesia akan semakin sedikit mendapatkan fasilitas untuk keringanan tarif. Menurutnya, tinggal menunggu waktu, misalnya Amerika Serikat akan mencabut fasilitas GSP (Generalized System of Preferences).

Di sisi lain, imbuhnya, banyak produk yang diuntungkan dari fasilitas GSP, seperti tekstil, pakaian jadi, pertanian, perikanan, coklat, hingga produk kayu.

"Indonesia bisa saja dikeluarkan dari list negara penerima fasilitas tadi. Dan yang perlu dicermati, biasanya langkah negara maju akan di ikuti oleh negara lainnya. Kalau AS sampai cabut GSP, maka Kanada, Eropa juga menyusul," katanya, Kamis (2/7/2020).

Padahal, kata Bhima, Indonesia di situasi pandemi pandemi saat ini memerlukan kenaikan kinerja ekspor yang lebih tinggi. Ini akan berdampak buruk bagi neraca dagang kedepannya menurut Bhima.

Kemudian, naiknya status menjadi upper middle income berarti Indonesia semakin dianggap mampu membayar bunga dengan tingkat bunga (rate) yang lebih mahal.

"Negara-negara kreditur juga akan memprioritaskan negara yang income-nya lebih rendah dari Indonesia khususnya negara kelompok low income countries. Dengan kondisi ini maka pilihan Indonesia untuk mencari sumber pembiayaan murah makin terbatas," tuturnya.

Akibatnya, pemerintah dinilai akan semakin gencar menerbitkan SBN yang dijual dengan market rate.

"Sekarang saja sudah di atas 7 persen bunga nya. Mahal sekali dan pastinya kedepan porsi SBN makin dominan dibandingkan pinjaman bilateral dan multilateral yang bunganya lebih murah," jelasnya.

Selain itu, Bhima mengatakan kenaikan status tanpa adanya perubahan struktur ekonomi juga mengancam serapan tenaga kerja.

Adapun, porsi industri manufaktur terhadap PDB per kuartal I/2020 terus mengalami penurunan dibawah 20 persen. Padahal, idealnya untuk naik kelas yang harus didorong adalah industri manufaktur karena memiliki nilai tambah dan serapan tenaga kerja yang besar.

"Kita terlalu cepat masuk ke sektor jasa, oleh karena itu motor ekonominya rapuh. Ini harus diperbaiki untuk lepas dari jebakan kelas menengah. Jangan berbangga dulu karena sebenarnya upper middle income ya status Indonesia masih negara berpendapatan menengah," kata Bhima.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Maria Elena
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper