Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Industri Baja Belum Akan Meningkatkan Konsumsi Gas

Indonesia Iron and Steel Industry Association (IISIA) mencatat utilitas industri hulu baja berada di kisaran 40-50 persen sebhelum pandemi virus corona atau Covid-19 menyerang.
Pekerja pabrik menyusun bagian menara saluran tegangan ekstra tinggi (SUTT) yang baru saja di olah dari baja canai panas (HCR) di pabrik PT Waskita Karya Infrastruktur. Pabrik tersebut memiliki kapasitas produksi bagian menara SUTET 48.000 ton per tahun.
Pekerja pabrik menyusun bagian menara saluran tegangan ekstra tinggi (SUTT) yang baru saja di olah dari baja canai panas (HCR) di pabrik PT Waskita Karya Infrastruktur. Pabrik tersebut memiliki kapasitas produksi bagian menara SUTET 48.000 ton per tahun.

Bisnis.com, JAKARTA - Penurunan tarif gas menjadi US$6 per mmbtu tidak otomatis meningkatkan kinerja industri baja dalam wakttu dekat.

Pasalnya, permintaan baja di dalam negeri saat ini sedang terpukul jauh akibat pandemi COvid-19.

Indonesia Iron and Steel Industry Association (IISIA) mencatat utilitas industri hulu baja berada di kisaran 40-50 persen sebhelum pandemi virus corona atau Covid-19 menyerang. Namun demikian, angka tersebut saat ini berada di kisaran 20-30 persen.

"Kalau [penurunan tarif gas] dilakukan saat kondisi normal, roda industri baja akan bergerak lebih cepat. Tapi, ini baru dilaksanakan 4 tahun kemudian [setelah penerbitan Perpres No/40/2016] dan diterapkan saat pandemi. Mana munkin bulan depan konsumsi gas langsung naik," kata Wakil Ketua Umum IISIA Ismail Mandry kepada Bisnis, Selasa (16/6/2020).

Menurutnya, konsumsi gas oleh industri baja tidak akan meningkat pada tahun ini walaupun harganya sudah diturunkan. Pasalnya, lanjutnya, permintaan baja nasional merosot seiring tertundanya proyek konstruksi pemerintah maupun swasta.

Ismail menduga penundaan proyek konstruksi pemerintah disebabkan oleh pengalihan alokasi pembangunan ke penanganan Covid-19. Sementara itu, penundaan konstruksi sektor swasta disebabkan oleh kondisi pasar domestik yang tidak kondusif.

Namun demikian, pabrikan baja dinilai tetap optimistis dalam melihat perkembangan perekonomian memasuki masa keadaan normal baru (new normal).

Sebelumnya, Wakil Komisi Tetap Industri Hulu dan Petrokimia Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Achmad Widjaja mengatakan penurunan harga gas menjadi US$6 per mmbtu akan sangat membantu dunia usaha jika diimplementasikan. Dia pun berharap proses menuju implementasi tersebut tidak ada penundaan lagi.

"Juni industri harus sudah bangkit mereka akan tata ulang bujet. Jadi kami berharap pemberian harga gas terntentu tidak ada delay apapun," katanya.

Ketua Umum Indonesia Iron and Steel Industry Association (IISIA) Silmy Karim pernah mengatakan penurunan harga gas menjadi US$6 per MMBTU di kondisi normal seharusnya bisa menaikan utilisasi industri 10-20 persen dan meningkatkan daya saing sehingga tidak kalah dengan impor.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper