Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Indikator Ekonomi Makro 'Memerah', Ini Skenario Buruk dan Sangat Buruk dari IPB

Berikut ini perkiraan dampak Covid-19 terhadap indikator ekonomi seperti produk domestik bruto (PDB) riil, neraca perdagangan, inflasi dan upah riil yang disajikan oleh tim peneliti dari IPB.
Foto aerial Simpang Susun Semanggi di Jakarta, Jumat (14/7). Jalan layang sepanjang 1,6 kilometer yang mengelilingi Bundaran Semanggi untuk mengurangi kemacetan di kawasan tersebut bakal dilakukan uji coba pada 29 Juli hingga 16 Agustus 2017 sebelum diresmikan pada 17 Agustus 2017. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
Foto aerial Simpang Susun Semanggi di Jakarta, Jumat (14/7). Jalan layang sepanjang 1,6 kilometer yang mengelilingi Bundaran Semanggi untuk mengurangi kemacetan di kawasan tersebut bakal dilakukan uji coba pada 29 Juli hingga 16 Agustus 2017 sebelum diresmikan pada 17 Agustus 2017. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

Bisnis.com, JAKARTA - Dampak pandemi Covid-19 diperkirakan akan memberikan dampak kontraktif yang cukup signifikan terhadap ekonomi Indonesia.

Tim peneliti dari IPB melaporkan hasil penelitian dampak Covid-19 terhadap perekonomian dan pangan di Indonesia.

Tim yang terdiri dari Widyastutik, Dikky Indrawan, Syarifah Amaliah dan Heti Mulyati mengunakan pendekatan model CGE dalam studinya.

Dari penelitiannya, tim membuat perkiraan dampak Covid-19 terhadap indikator ekonomi seperti produk domestik bruto (PDB) riil, neraca perdagangan, inflasi dan upah riil.

Kemudian, hasil proyeksi terhadap indikator ekonomi tersebut dibagi ke dalam skenario berat, skenario sangat berat tanpa stimulus, skenario sangat berat dengan dampak stimulus yang pesimis dan skenario sangat berat dengan dampak stimulus yang optimis.

PDB riil Indonesia - dalam skenario berat tanpa stimulus dan skenario sangat berat tanpa stimulus - diperkirakan dapat terkontraksi hingga -1,35 persen dan -3,53 persen.

Sementara itu, skenario sangat berat dengan dampak stimulus pesimis dan dampak stimulus negatif memperlihat PDB riil Indonesia dapat turun hingga masing-masing -3,48 persen dan 0,81 persen.

"Covid-19 memberikan tekanan kuat pada aspek permintaan dan penawaran agregat [khususnya pasca kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar/PSBB]," tulis para peneliti IPB dalam paparan penelitiannya yang diperoleh Bisnis, Jumat (5/6/2020).

Untuk indikator neraca perdagangan, peneliti memperkirakan kontraksinya bisa mencapai -0,50 persen dalam skenario berat tanpa stimulus dan -2,81 persen dalam skenario sangat berat tanpa stimulus.

Neraca perdagangan diproyeksi bisa semakin parah hingga mencapai -6,18 persen dalam skenario sangat berat dengan dampak stimulus yang pesimis. Kontraksi neraca perdagangan dapat mencapai -3,35 persen dalam skenario sangat berat dengan dampak stimulus yang optimis.

Lebih lanjut, penelitian ini memperkirakan inflasi Indonesia dapat melemah hingga 1,11 persen dalam skenario berat tanpa stimulus. Adapun, dalam skenario sangat berat, inflasi masih masuk ke dalam sasaran pemerintah sebesar 3,40 persen.

Inflasi diproyeksi bisa melonjak tajam hingga 4,55 persen dalam skenario sangat berat dengan catatan dampak stimulus yang pesimis.

Dalam skenario sangat berat dengan dampak stimulus yang optimistis, laju Indeks Harga Konsumen (IHK) dapat berbalik mengalami deflasi sebesar 0,51 persen.

Terkait dengan indikator upah riil, skenario berat dan skenario sangat berat tanpa stimulus memperkirakan upah riil masyarakat dapat mengalami kontraksi hingga masing-masing -0,01 persen dan -0,03 persen.

Adapun, skenario sangat berat dengan dampak stimulus yang pesimis memperkirakan upah riil akan terkontraksi hingga -0,05 persen. Sementara itu, skenario sangat berat dengan dampak stimulus yang optimis memprediksikan upah riil hanya melambat 0,01 persen.

"Terjadi penurunan upah riil akibat inflationary pressure," ungkap penelitian tersebut.

Tim memperkirakan adanya indikasi injury kinerja makroekonomi yang lebih dalam apabila terjadi penurunan produktivitas tenaga kerja pertanian dan risiko El Nino dalam skenario sangat berat.

Penelitian IPB ini juga mengingatkan bahwa stimulus bantuan sosial tanpa disertai pemulihan sektor ekonomi belum dapat memperbaiki kinerja makroekonomi.

Lebih lanjut, para peneliti juga melihat adanya kontraksi ekspor akibat pelemahan perekonomian negara tujuan ekspor utama Indonesia, disrupsi global value chain, dan implementasi inward looking policies memberikan konsekuensi defisit neraca perdagangan.

Dalam proyeksi IPB tersebut, kontraksi pada sisi ekspor akan lebih besar dibandingkan impor (lihat tabel).

Untuk indikator konsumsi riil dan pengeluaran pemerintah, kontraksinya tidak terlalu dalam (lihat tabel). Bahkan, penelitian mengungkapkan bantuan sosial yang digulirkan pemerintah dapat memberikan dampak positif pada konsumsi rumah tangga.

 

Skenario

PDB Riil

Neraca Dagang/PDB

IHK

Upah Riil

Impor

Ekspor

Konsumsi Riil

Belanja Pemerintah

Berat Tanpa Stimulus

-1,35%

-0,5%

1,11%

-0,01%

-4,28%

-4,29%

-1,12%

0,04%

Sangat Berat Tanpa Stimulus

-3,53%

-2,8%

3,40%

-0,03%

-2,07%

-13,32%

-1,50%

-0,34%

Sangat Berat dengan Dampak Stimulus yang Pesimis

-3,48%

-6,18%

4,55%

-0,05%

-2,83%

-24,67%

7,15%

7,15%

Sangat Berat dengan Dampak Stimulus yang Optimis

0,81%

-3,35%

-0,51%

0,01%

-0,81%

-14,19%

8,89%

8,89%

 Sumber: IPB

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Hadijah Alaydrus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper