Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sarinah, Riwayatmu Dulu, Kini & Nanti...

Belakangan nama Sarinah kembali ramai dibicarakan. Sarinah lagi ‘naik daun’ dan viral di media sosial karena hengkangnya gerai Mc Donald’s—restoran cepat saji asal Amerika Serikat—dari pusat perbelanjaan itu.
Warga melintasi pusat perbelanjaan Sarinah yang tutup di Jakarta, Rabu (29/4/2020). BISNIS.COM
Warga melintasi pusat perbelanjaan Sarinah yang tutup di Jakarta, Rabu (29/4/2020). BISNIS.COM

Bisnis.com, JAKARTA — Sarinah bukan sekadar nama. Dia ‘mbok’ alias pengasuh Soekarno kecil. Dari Sarinah, Soekarno banyak belajar bagaimana mencintai ‘orang kecil’. Sarinah sendiri adalah ‘orang kecil’.

Belakangan nama Sarinah kembali ramai dibicarakan. Konteksnya tak langsung soal Sarinah, ‘mbok’ Soekarno. Ini tentang Sarinah, sebuah pusat perbelanjaan, persis pada sebuah perempatan yang mengingatkan kita pada Serangan Jakarta 2016.

Sarinah memang lagi ‘naik daun’. Viral di media sosial karena hengkangnya gerai Mc Donald’s—restoran cepat saji asal Amerika Serikat—dari pusat perbelanjaan itu.

Satu sejarah lain. Gerai perdana McD di Indonesia itu telah ditutup permanen sejak Minggu (10/5) pukul 22.05 WIB.

Sejak McD mengumumkan rencana penutupan gerai secara permanen, warganet langsung bereaksi. Banjir komentar terjadi di dunia maya.

Sampai-sampai ada yang ‘menyerang’ Menteri BUMN Erick Thohir yang tentu saja paling tahu sebab musabab hengkangnya McD.

“Sepertinya Pak Erick Thohir enggak pernah merasakan masa muda di McD...” Itu curhat salah satu warganet.

Ya... bagi masyarakat Ibu Kota, ada begitu banyak kenangan akan gerai perdana McD di Indonesia itu. Banyak yang merasa kehilangan.

Tak heran, acara penutupan gerai tepat pada pukul 22.05 WIB itu penuh nuansa dramatis. Juga menguras emosi.

Hengkangnya McD dari jantung kota Jakarta seperti sebuah kehilangan besar, hingga mereka pun abai pada pandemi Covid-19 yang masih mencari mangsa.

Terlepas dari ‘kisah sedih McD di Hari Minggu’ itu, mari merunut ke belakang. 58 Tahun lalu.

Sarinah sejatinya adalah pusat perbelanjaan pertama dan jelas paling tua di Jakarta. Berdiri pada 1962, mal itu baru beroperasi pada 1966, atau 4 tahun kemudian.

Pusat perbelanjaan tersebut berada di bawah operasional BUMN PT Department Store Indonesia, yang ke­­mudian resmi berganti nama menjadi PT Sarinah (Persero) pada 1979.

Soekarno sendiri yang menggagas ide pembentukan BUMN yang ditujukan sebagai wadah kegiatan perdagangan produk dalam negeri sekaligus mendorong perekonomian nasional kala itu.

Bukan tanpa alasan Soekarno menyematkan nama Sarinah pada pusat perbelanjaan itu.

Di mata Soekarno, Sarinah bukan perempuan biasa. Dia punya tempat yang istimewa di hati Soekarno, sejak masa kanak-kanaknya.

15 Tahun sebelum Sarinah dipakai sebagai nama gedung, Sarinah bahkan telah menjadi judul salah satu buku Soekarno yang ditulis pada November 1947. Sarinah. Kewajiban Wanita dalam Perdjoangan Republik Indonesia.

Hubungan keduanya yang begitu istimewa terungkap lewat lembar pertama buku yang secara khusus dipersembahkan oleh Soekarno sebagai tanda terima kasihnya kepada Sarinah.

“Pengasuh saya itu bernama Sarinah. Ia ‘mbok’ saya. Ia membantu Ibu saya, dan dari dia saya menerima banyak rasa cinta dan rasa kasih. Dari dia saya mendapat banyak pelajaran mencintai orang kecil. Dia sendiripun ‘orang kecil’. Tetapi budinya selalu besar!”

Bisa jadi, dalam mimpi besar Soekarno kala itu, Sarinah yang ada di Jl. MH Thamrin tersebut bakal menjadi ikon ‘orang kecil’ di jantung Ibu Kota.    

***

Pada zamannya, gedung Sarinah terbilang mewah. Apalagi, lokasinya strategis. Persis di tengah kota. Tak heran, Sarinah kemudian dikenal sebagai sebuah kawasan, bukan hanya merujuk ke suatu gedung.

Sejak didirikan hingga kini, Sarinah telah melewati lima dekade penting yang juga menandai sepak terjangnya sebagai BUMN di Tanah Air.

Pada tiga dekade awal, Sarinah memang ditujukan untuk mempromosikan produk kerajinan lokal yang diproduksi UKM. Sarinah, ‘mbok’ Soekarno juga memiliki bakat menyulam.

Seiring dengan berjalannya waktu, pada era 1990-an, renovasi gedung Sarinah mulai dilakukan untuk menarik tenant baru. Ini sejalan dengan reputasi yang ingin dibangun pada masa itu, yakni sebagai pusat perbelanjaan terkemuka.

Di periode inilah, gerai McDonald’s mulai masuk. Tepat pada 1991, restoran cepat saji berkonsep waralaba itu hadir di bawah bendera PT Bina Nusa Rama milik Bambang Rachmadi, yang kemudian berganti kepemilikan ke tangan PT Rekso Nasional Food, anak usaha Rekso Group, pada 2009.

Ruang gerak bisnis Sarinah tak hanya di sektor ritel. Belakangan Sarinah menggeluti bisnis lainnya, seperti perdagangan, ekspor dan impor, properti, perhotelan, valuta asing, hingga makanan dan minuman.

Bisnis Sarinah memang moncer. Hal ini terlihat dari pendapatan yang terus meningkat setiap tahun. Dalam catatan Bisnis, pendapatan Sarinah pada 2018 menyentuh Rp724 miliar, ditopang oleh sejumlah bisnis yang dilakoninya. Pada 2019 lalu, pendapatannya diprediksi mencapai Rp892 miliar.

Namun, moncernya pendapatan Sarinah seperti menjadi tanda tanya besar jika melihat kondisi fisik gedung Sarinah, yang dihuni oleh 34 tenant, termasuk McDonald’s.

Saya tak ingin menceritakan lebih jauh. Anda mungkin punya pendapat lain. Yang pasti, Sarinah juga jadi korban disrupsi. Tertatih-tatih menghadapi gempuran marketplace dan online shop. 

Maka, ketika ‘kisah sedih McDonald’s di Hari Minggu’ disandingkan dengan rencana transformasi bisnis Sarinah, banyak pihak yang akhirnya mafhum.

***

Setelah 34 tenant angkat kaki, maka langkah selanjutnya adalah merenovasi gedung. Renovasi gedung bakal dimulai Juni, bulan depan; dan ditargetkan selesai Mei 2021.

Dalam rencana perusahaan, Sarinah akan bertransformasi menjadi etalase atau ruang pamer produk UMKM dalam negeri.

Sarinah tidak hanya mengubah wajah fisiknya saja menjadi lebih cantik. Revitalisasi dan pembenahan manajemen juga akan dilakukan.

Di satu sisi, transformasi yang dilakukan Sarinah ini boleh dibilang sangat tepat. Persaingan bisnis ritel kini semakin sengit. Tengok saja se­jumlah pusat perbelanjaan yang se­­perti hidup enggan mati tak mau ka­rena dilibas pemain bisnis ritel online.

Dalam kondisi ini, Sarinah tentu tak mau menjadi salah satu dari pemain kebanyakan. Tak ada pembeda. 

Oleh karena itu, keputusan untuk berfokus pada produk UMKM menjadi jauh lebih tepat. Ini seperti mengembalikan ‘wajah’ Sarinah yang lama. Kembali ke khitahnya. Hanya saja, Sarinah pun harus siap bermain di platform online, model bisnis paling relevan saat ini. 

“Konsep ritel Sarinah ke depan lebih friendly kepada Indonesia. Ada keberpihakan pada merek lokal dan hasil UKM yang dikuratorkan,” ujar Erick Thohir.

Hal senada juga diungkapkan oleh Direktur Utama Sarinah Gusti Ngurah Putu Sugiarta Yasa. “Kami ingin Sarinah ke depan menjadi suatu ekosistem bisnis UKM Indonesia dan produk lokal.”

Rencana transformasi ini tentu bukan sesuatu yang mustahil. Sarinah pernah ada di ceruk bisnis ini, kendati kondisi dulu jauh berbeda dibandingkan dengan saat ini. Jadi, transformasi Sarinah untuk kembali kepada orang kecil sama halnya juga mengembalikan Sarinah pada pemilik utamanya.

Di sisi lain, tidak mudah memang menempuh langkah transformasi di tengah pandemi Covid-19. Pandemi ini telah ikut meluluhlantakkan ekonomi nasional. Daya beli pun ikut terkikis.

Namun, menilik ke sejarah masa lalu, bisa jadi pandemi Covid-19 tersebut adalah momentum tepat bagi ‘kelahiran kembali’ Sarinah. 

Puluhan tahun silam, Sarinah lahir di tengah kondisi ekonomi yang juga tidak begitu baik.

Pada periode 1960-1965, perekonomian Indonesia juga berhadapan dengan problem yang berat. Bedanya, kondisi ekonomi saat itu bukan karena pandemi seperti saat ini.  PDB kala itu rendah. Laju inflasi tinggi hingga di atas 600%. Investasi juga merosot.

Maka, kemunculan Sarinah pada saat itu menjadi angin segar. Produk lo­kal seperti diberi tempat yang isti­me­wa di tengah merosotnya daya beli.

Kondisi hampir mirip berulang lagi saat ini, persis ketika Sarinah tengah bersiap melakukan transformasi. PDB kuartal I/2020 menyentuh level terendah sejak 2001. Investasi periode yang sama masih tumbuh, tetapi dalam ancaman besar, entah sampai kapan. Daya beli mulai melemah. Korban PHK di mana-mana.

Dalam ‘krisis’ kali ini, begitu banyak UKM yang ‘gigit jari’. Pandemi Covid-19 membuat mereka harus kehilangan omzet besar.

Oleh karena itu, ‘kelahiran kembali’ Sarinah pada Mei tahun depan bisa jadi akan memberi angin segar pada produk lokal Indonesia, utamanya produk UKM yang saat ini meringis.

Pada saatnya, ketika Covid-19 hengkang dari Indonesia, maka pada saat itu pula, produk UKM siap kembali ke ‘rumahnya’.

Dan, Sarinah ‘ikon orang kecil berhati besar’ itu akan tersenyum kembali dari jantung Ibu Kota. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper