Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pelebaran Defisit APBN, Risiko Pengelolaan Fiskal Makin Besar

Risiko pengelolaan fiskal makin besar seiring dengan keinginan pemerintah untuk menambah utang dengan cara melebarkan ruang defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di atas 3 persen dari produk domestik bruto (PDB).
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 di Jakarta, Rabu (19/2/2020). Menkeu mengatakan pemerintah akan mewaspadai ancaman pelemahan ekonomi gara-gara wabah corona di China demi mengejar target asumsi dasar ekonomi makro di APBN 2020. FOTO ANTARA/Puspa Perwitasar
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 di Jakarta, Rabu (19/2/2020). Menkeu mengatakan pemerintah akan mewaspadai ancaman pelemahan ekonomi gara-gara wabah corona di China demi mengejar target asumsi dasar ekonomi makro di APBN 2020. FOTO ANTARA/Puspa Perwitasar

Bisnis.com, JAKARTA - Risiko pengelolaan fiskal makin besar seiring dengan keinginan pemerintah untuk menambah utang dengan cara melebarkan ruang defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di atas 3 persen dari produk domestik bruto (PDB).

Rencana penambahan utang yang tak dibatasi persentasenya terhadap PDB, ini berbanding terbalik dengan tingkat kemampuan membayar utang termasuk bunga utangnya yang justru semakin menurun.

Data Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menunjukkan bahwa sampai kuartal I/2020 total utang pemerintah telah mencapai Rp5.192,55 triliun atau tembus 32,12 persen dari PDB, menjadi yang tertinggi selama 5 tahun terakhir.

Sementara itu, kemampuan bayar bunga utang pemerintah diperkirakan terus menurun karena kinerja pendapatan negara, khususnya penerimaan pajak jeblok. Sampai kuartal I/2020 kemarin penerimaan pajak terkontraksi -2,47 persen.

Staf Khusus Menteri Keuangan di bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo mengakui bahwa kondisi pemerintah saat ini memang serba sulit. Penerimaan pajak praktis turun signifikan, sedangkan kebutuhan belanja justru semakin naik.

"Kinerja perekonomian bisa dikatakan melambat dan turun sangat dalam. Makanya pelebaran defisit dibatasi hanya sampai 2022," kata Prastowo kepada Bisnis, yang dikutip Kamis (14/5/2020).

Kendati demikian, Prastowo mengatakan sesuai dengan petunjuk Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, pelebaran defisit di atas 3 persen bukan berarti pemerintah akan menambah utang secara ugal-ugalan.

Prastowo mengibaratkan menambah banyak utang di saat penerimaan negara dan ekonomi sedang lesu sama saja dengan bunuh diri. Hal ini disebabkan upaya menurunkan defisit di bawah 3 persen sangat berat jika dalam perjalannya nanti terlalu lebar. Apalagi penerimaan pajak tidak bisa ujug-ujug naik secara signifikan.

"Bu Menkeu juga mewanti-wanti, maka utang selalu dijaga dan dinego yield-nya," tukasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Edi Suwiknyo
Editor : Nurbaiti

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper