Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Restrukturisasi Utang Bisa Dukung Efek Berganda Industri Properti

Menurut data Bank Indonesia per Maret 2020, total kredit yang disalurkan oleh perbankan kepada sektor real estat sebesar Rp1.024 triliun.
Proyek pembangunan rumah./Bisnis
Proyek pembangunan rumah./Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA — Sektor properti amat erat hubungannya dengan perbankan. Oleh karena itu, pada masa pandemi ini pengembang meminta agar perbankan memberi dukungan penuh agar bisnis pengembang bisa tetap berjalan.

Ketua Umum Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) Paulus Totok Lusida mengatakan bahwa dukungan perbankan amat penting untuk pengembang, apalagi dengan kondisi pandemi sekarang ini yang makin membuat para pengembang tertekan.

Menurut data Bank Indonesia per Maret 2020, total kredit yang disalurkan oleh perbankan kepada 17 sektor industri adalah sebesar Rp5.703 triliun dan 17,9 persen di antaranya disalurkan kepada sektor real estat sebesar Rp1.024 triliun.

Jumlah tersebut terdiri atas kredit konstruksi Rp351 triliun, kredit real estat Rp166 triliun, dan kredit pemilikan rumah/apartemen (KPR/KPA) Rp507 triliun. Dari Rp1.024 triliun yang disalurkan ke sektor properti sebesar Rp62 triliun di antaranya adalah kredit modal kerja jangka pendek.

Berdasarkan strukturnya, sebanyak Rp51,1 triliun atau 82 persen penyalurannya ditujukan untuk modal kerja perusahaan properti terbuka. Adapun, 24 persen atau Rp12,5 triliun kredit modal kerja perusahaan properti terbuka tersebut merupakan utang jangka pendek yang perlu ditangani secara cepat.

“Jelas sekali bahwa porsi kredit di sisi supply dan demand properti hampir berimbang. Jika salah satu porsi kredit ini terganggu, pendanaan pengembang pasti akan terpukul,” jelas Totok pada konferensi video, Kamis (14/5/2020).

Pengembang berharap agar pelaksanaan restrukturisasi utang para pengembang dan konsumen properti bisa dipercepat karena efek berganda dari stimulus restrukturisasi tersebut dapat menggerakkan industri ikutan properti.

Hal itu juga akan berpengaruh secara signifikan dan menyelamatkan tenaga kerja yang ada di dalam industri properti dan industri ikutannya serta meredam dampak sistemik jika terjadi non-perfoming loan (NPL) di perbankan.

Data Bursa Efek Indonesia menyebutkan bahwa sekitar 76,2 persen utang jangka pendek perusahaan pengembang terbuka ada di bank swasta, yang justru sulit sekali melakukan restrukturisasi dikarenakan masih adanya tekanan Otoritas Jasa Keuangan terhadap key performance indicator (KPI) dari bank-bank tersebut, dan salah satunya adalah perihal NPL yang masih dijadikan tolok ukur.

“Ada kebijakan yang tidak sinkron dari OJK di mana di satu sisi meminta agar dilakukan stimulus restrukturisasi namun di pihak lain tetap memegang acuan ketat mengenai NPL dan KPI perbankan,” ungkapnya.

Hingga saat ini, POJK No. 11/POJK.03/2020 dirasa belum cukup efektif pelaksanaannya di level operasional.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Mutiara Nabila
Editor : Zufrizal
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper