Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Industri Olahan Makanan: Matangkan Strategi Produk Siap Saji

Sejumlah perusahaan mulai mengatur strategi agar tetap mendapat pertumbuhan kinerja di tengah tekanan ekonomi pandemi virus corona.
Makanan olahan dari lidah sapi. /bango.co.id
Makanan olahan dari lidah sapi. /bango.co.id

Kendati permintaan pasar menciut setelah adanya penutupan hotel, restoran, dan kafe mengantisipasi penyebaran virus corona, industri olahan daging dan ikan diklaim masih memiliki kinerja yang baik di tengah pandemi ini.

Sejumlah perusahaan pun mulai mengatur strategi agar tetap mendapat pertumbuhan yang diharapkan.

Salah satunya, PT Sentra Food Indonesia Tbk. yang mengaku untuk meminimalisir penurunan, tahun ini perseroan akan tetap memperkenalkan dan mendorong penjualan sejumlah produk baru.

Misalnya, yang juga sudah siap pada kuartal II/2020 ini adalah Dendeng Sapi Manis Kemfood dan Rendang Padang Kemfood. Direktur Utama Sentra Food Indonesia Agustus Sani Nugroho mengatakan dua produk itu akan disajikan dalam kemasan siap santap yag praktis untuk masyarakat.

Tak hanya itu, produk Bakso Ayam dan Ikan juga diperkirakan akan siap masuk pasar akir bulan depan. Sentra Food yang merupakan induk usaha PT Kemang Food Industries ini telah mendapat restu BPOM untuk produksi Bakso Ikan merek Yangini dan Villa.

Namun, saat ini masih menunggu kemasan selesai dibuat dan diharapkan dalam 1-2 bulan bisa masuk pasar.

"Di samping market tradisional kita disektor retail dan horeka, kami juga mulai serius memasuki pasar e-commerce via market place maupun mengembangkan web sendiri nantinya. Juga mulai memperkenalkan program Kemitraan Kemfood di mana orang bisa memulai usahanya dan menjadi Mitra Kemfood," katanya kepada Bisnis, pekan lalu.

Agustus berharap kombinasi pengembangan produk-produk baru dan pengembangan sektor pasar baru ini akan membantu mengurangi dan meminimalisir penurunan tajam disektor penjualan.

Selain itu, produsen dan distributor makanan olahan terintegrasi lain, PT Estika Tata Tiara Tbk. mencatat untuk produk olahan sepanjang kuartal I/2020 masih ada kenaikan sekitar 20 persen.

Adapun sejumlah produk olahan perseroan yakni bakso, daging sapi portion cut, naget ayam, dan produk makanan lainnya.

Direktur Utama PT Estika Tata Tiara Tbk. Yustinus Sadmoko mengatakan produk olahan relatif stabil. Namun, untuk daging dan sapi serta sejumlah kategori yang menyasar anak sekolah dan pedagang sosis bakar tertentu memang turun.

Dia mencatat untuk produk olahan sepanjang kuartal I/2020 ada kenaikan sekitar 20 persen. Sementara daging dan sapi secara volume masih cukup baik atau penurunan masih di bawah 10 persen.

"Namun, margin yang tergerus cukup dalam karena selisih kurs. Kuartal II/2020 kemungkinan baru kelihatan penurunannya," katanya.

Adapun produksi pabrikan perseroan dengan sandi saham BEEF ini sekitar 60 persen masih menggunakan bahan baku impor. Untuk daging sapi perseroan mengambil dari sejumlah negara, seperti Australia, India, Selandia Baru dan Amerika Serikat.

Namun, perseroan mengklaim bahan baku masih aman hingga enam bulan sejak Maret 2020. Meski demikian, ada gangguan importasi untuk bahan penunjang lain seperti bawang putih, bawang bombay, dan tepung kedelai.

Sisi lain, distributor daging untuk Pizza Hut dan Hokben ini mengaku kapasitas produksi juga masih terjaga. Per hari perseroan memproduksi sekitar 80 ton.

Sementara itu dalam menjaga pendapatan, perseroan baru saja merilis produk daging yang dikemas menjadi paket siap masak.

"Ini produk baru kami jualnya daging saja, kami buat semaksimal mungkin masuk ke olahan. Daging dibuat jadi paket siap masak. Dipack per kilo atau setengah kilo, misalnya daging cincang," ujar Yustinus.

Dari pelat merah, Perusahaan Umum Perikanan Indonesia (Perum Perindo) menilai perbaikan bisnis berbagai lini usahanya akan terjadi sekitar tiga bulan usai virus corona mereda.

Direktur Utama Perum Perindo, Farida Mokodompit mengatakan secara garis besar pandemi covid-19 saat ini telah mengoreksi kinerja perusahaan sekitar 25-30 persen.

Menurutnya hal itu terjadi hampir di seluruh segmen usaha perseroan yakni budidaya, perdagangan, dan penyediaan jasa pelabuhan.

"Jadi penurunan rerata 25-30 persen, perusahaan akan recovery kira-kira tiga bulan setelah wabah corona mereda," katanya.

Farida mengemukakan ada sejumlah strategi yang akan digencarkan perseroan dalam masa krisis saat ini. Pertama, meningkatkan penjualan khususnya melalui daring blanja.com guna memudahkan masyarakat mendapat produk dengan tetap menjalankan penjualan secara ritel.

Kedua, menjalankan penugasan dalam program jaring pengaman sosial oleh Kementerian BUMN untuk menyerap hasil nelayan dan petambak 1.500 ton.

Ketiga, tetap memasok bahan pangan untuk program Warung Tetangga bersama klaster pangan yang dikoordinir oleh PT BGR. Keempat, percepatan produksi pabrik pakan ikan dan udang.

Adapun, untuk penyerapan ikan nelayan 1.500 ton, perseroan baru saja mendapatkan stimulus kucuran dana oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sebesar Rp30 miliar.

Pemetaan sektor industri dan tenaga kerja terdampak covid19 dgn kategori high demand. Sumber : Kemenperin, April 2020
Pemetaan sektor industri dan tenaga kerja terdampak covid19 dgn kategori high demand. Sumber : Kemenperin, April 2020

Sementara itu, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (Gapmmi) Adhi S. Lukman mengakui saat ini sektor makanan dan minuman yang masih bagus penjualannya antara lain minyak goreng, bumbu masak, makanan sarapan, ikan dan daging kaleng, mie instan, makanan kering, dan biskuit.

Menurut Adhi, penjualan yang bagus itu pun tidak dirasakan oleh semua ritel atau hanya toko-toko modern sedangkan general trade mengaku mengalami penurunan.

"Kalau penjualan secara daring setelah covid-19 memang dilaporkan naik signifikan hingga 500-600 persen tetapi basis pasarnya masih kecil atau hanya 1-2 persen," katanya.

Secara total, Gapmmi mencatat sebanyak 71,4 persen pelaku industri mamin menyebutkan penjualannya menurun sekitar 20-40 persen. Imbasnya, lebih dari 50 persen pelaku industri tak yakin dapat membayarkan upah dan Tunjangan Hari Raya (THR) karyawan secara utuh.

Sisi lain, persoalan yang dihadapi industri saat ini adalah bahan baku. Hal ini khususnya dialami oleh industri kecil dan rumah tangga yang sudah banyak tutup karena pasar utama atau 70 persen dari pariwisata dan hotel banyak yang sudah tidak beroperasi.

Adhi menyebut, industri selalu sepakat dengan gerakan ketahanan pangan agar tidak tergantung impor. Pasalnya, dia mencotohkan seperti di industri pengolahan susu, 80 persen bahan baku saat ini tergantung impor dan hanya 20 persen yang dari lokal.

"Kondisi itu menyulitkan dan banyak lagi bahan baku yang belum tersedia dalam negeri seperti gula, garam, daging, jagung, bawang. Untuk itu diperlukan kelancaran izin bahan baku dan penghapusan izin rekomendasi impor bahan baku," katanya.

Kementerian Perindustrian mengklaim berupaya memacu produktivitas industri pengolahan daging di dalam negeri agar mampu memasok kebutuhan pangan masyarakat di tengah kondisi pandemi Covid-19.

Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin Abdul Rochim agar industri pengolahan daging semakin produktif dan berdaya saing, pihaknya telah mengusulkan untuk diberi akses impor bahan baku daging secara langsung dan dipisahkan antara kebutuhan industri dengan kebutuhan konsumsi.

Rochim menjelaskan, saat ini masih ada permintaan produk daging olahan di pasar. Untuk itu, industri pengolahan daging perlu dijaga ketersediaan stok bahan bakunya.

“Terutama untuk memenuhi kebutuhan selama bulan Ramadan hingga jelang Idul Fitri, yang diperkirakan mencapai 302,3 ribu ton,” katanya.

Rochim menambahkan sektor industri pengolahan daging tumbuh mencapai 28,87 persen pada 2019, dengan volume produksi sebesar 242.791 ton. Jumlah tersebut mengalami peningkatan dibandingkan pada tahun 2016 yang sebesar 188.391 ton.

Dari 35 unit usaha industri pengolahan daging yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia, telah menyerap tenaga kerja sebanyak 19.900 orang, dan menyuplai hingga 200.000 pedagang makanan olahan daging, termasuk para penjual bakso, burger, atau sosis.

Sisi lain, untuk stok nasional untuk produk olahan ikan yakni sarden dan makarel kaleng saat ini berjumlah 35 juta kaleng. Selain diserap melalui pasar ekspor, ritel dan online, olahan ikan kaleng dapat dimanfaatkan sebagai salah satu produk bantuan sosial yang memenuhi kebutuhan protein masyarakat.

Adapun Kemenperin mencatat, hingga kini terdapat 718 unit usaha pengolahan ikan yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia. Jumlah produksi sektor pengolahan ikan ini mencapai 1,6 juta ton pada 2019, meningkat 300.000 ton dibanding 2016.

"Untuk nilai ekspornya, sektor industri ini juga meningkat pada 2019 menjadi US$4,1 juta," kata Rochim.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper