Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kementerian ESDM Paparkan 13 Isu Utama Revisi UU Minerba

Dirjen Minerba Kementerian ESDM Bambang Gatot mengatakan isu utama di dalam revisi UU Minerba berasal dari usulan pemerintah maupun DPR.
GEDUNG KEMENTERIAN ESDM Bisnis/Himawan L Nugraha
GEDUNG KEMENTERIAN ESDM Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat sejumlah isu strategis dalam revisi Undang-Undang No. 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

Dirjen Minerba Kementerian ESDM Bambang Gatot mengatakan isu utama di dalam revisi UU Minerba berasal dari usulan pemerintah maupun DPR.

RUU Minerba ini, lanjutnya, merupakan inisiatif dari DPR dan telah dilakukan DPR sejak tahun 2015 dimana sudah masuk dalam prolegnas (Program Legislasi Nasional) tahun 2015 - 2019 dan setiap tahunnya masuk dalam prolegnas prioritas.

"Prosesnya sudah cukup panjang dari 2015 dan bahkan 2020 menjadi prioritas kembali karena masuk dalam periode berikutnya," ucapnya, Rabu (29/4/2020).

Adapun 13 isu utama yang dipaparkannya berkutat seputar koordinasi antarlembaga, konsep wilayah pertambangan, operasi pascatambang, penguatan peran BUMN dan lainnya. Isu pertama, yakni penyelesaian permasalahan antar sektor dimana jaminan kepastian pemanfaatan ruang dan lahan yang sudah ditetapkan dan serta batasan kegiatan pengolahan dan pemurnian.

Kedua, penguatan konsep wilayah pertambangan. Kegiatan penyelidikan dan penelitian dapat dilakukan di seluruh wilayah hukum pertambangan.

"Ini juga penting karena selama ini selalu terkendala tata ruang. Kami mengusulkan wilayah hukum pertambangan ini untuk inventarisasi sumber daya alam di seluruh wilayah Indonesia," ujarnya.

Ketiga, memperkuat kebijakan peningkatan nilai tambah. Hal ini dilakukan dengan insentif bagi perusahaan yang membangun smelter sampai dengan 2022 serta penghiliran batu bara.

Keempat, mendorong kegiatan eksplorasi untuk penemuan deposit batu bara. Adanya penugasan BUMN, BUMD, swasta pada kegiatan penyelidikan dan penertiban di daerah pada area green field, mendorong eksplorasi melalui anak usaha, membayar dana ketahanan minerba.

"Selama ini perusahaan yang telah berhasil ini merupakan produk tahun 80an, bahkan 70an sudah mulai," katanya.

Kelima, pengaturan khusus tentang izin pengusahaan bantuan dimana kewenangan penerbitan surat izin penambangan batuan oleh gubernur.

Keenam, reklamasi dan pascatambang. Hal ini akan dibuat lebih tegas apabila terjadi pelanggaran lingkungan.

Ketujuh, jangka waktu IUP/IUPK merupakan insentif bagi pemegang IUP/IUPK yang membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian. Hal ini sangat penting sekali karena sangat menentukan profile investasi dari pertambangan baik dari sisi investasi besar maupun kecil dan kewajiban.

"Waktu ini menjadi bagian penting bagaimana mengatur investasi tambang agar menarik," ucapnya.

Kedelapan, mengakomodir putusan MK dan UU Nomor 23 Tahun 2014, WP (Wilayah Pertambangan) ditetapkan oleh Menteri setelah ditentukan oleh pemerintah daerah provinsi.

Kesembilan, adanya penguatan peran pemerintah dalam Binwas kepada Pemda. Dengan diberikan sanksi terhadap Pemda apabila tidak patuh melaporkan kegiatan tambang di daerah serta pengelolaan Inspektur Tambang (IT) oleh Pusat.

"Selama ini banyak sekali IUP yang terbit di daerah, pada waktu 2011 dan 2012 ada 11.000 IUP yang sekarang coba kami selesaikan secara administrasi dan teknis kurang lebih tinggal 3.500 IUP. Masih banyak," tutur Bambang.

Kesepuluh, penguatan peran BUMN dengan memprioritaskan pengelolaan wilayah eks KK/PKP2B kepada BUMN dan penugasan BUMN untuk kegiatan eksplorasi. Hal ini merupakan privelege kepada BUMN untuk diberikan lebih dulu apabila ada telah selesai suatu kegiatan tambang.

Kesebelas, kelanjutan operasi KK/PKP2B menjadi IUPK dilakukan untuk mempertimbangkan penerimaan negara dan kepastian berusaha bagi pemegang IUPK. Kelanjutan operasi ini masih ada karena saat ini masih ada 100 perusahaan KK maupun PKP2B sehingga menjadi kepastian hukum.

Keduabelas, izin usaha pertambangan rakyat (IPR) terkait luas  WPR (Wilayah Pertambangan Rakyat) yang semula 25 hektare (Ha) menjadi 100 Ha dan pendapatan daerah dari IPR.

Ketigabelas, tersedianya rencana pengelolaan minerba nasional. Pengelolaan pertambangan mineral dan batu bara dilakukan secara sistematis, terpadu dan terarah, menyeluruh, transparan, dan akuntabel.

Bambang menambahkan selain isu-isu utama ini juga terdapat isu-isu pendukung yang sebetulnya untuk melengkapi penyusunan RUU Minerba itu sendiri.

Adapun isu pendukung itu yakni definisi, penyelenggaran penguasaan wilayah batubara yang berhubungan dengan perpindahan kewenangan. Lalu selanjutnya tentang pengutamaan penguasaan mineral dan batu bara untuk kepentingan dalam negeri.

Isu pendukung lainnya yakni dengan status mineral batubara dalam keadaan tertentu yang mungkin tak teratur dalam UU.

"Lalu juga ada penyelesaian hak atas tanah, ini memang harus seimbang dengan hak atas tanah oleh publik. Bisa juga memberikan kepastian pengusaha maupun pertambangan," terangnya.

Selanjutnya tentang divestasi saham dan sanksi administratif pidana juga telah dilakukan review agar lebih tegas.

"Lalu ada isu tentang usaha jasa pertambangan dan ketentuan peralihan," ujar Bambang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper