Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kadin Kritik Respons Pemerintah Soal Covid-19

Adapun, pelaku industri mengusulkan kenaikan anggaran penanganan Covid-19 senilai lebih dari Rp1.600 triliun.
Petugas medis memeriksa kesiapan alat di ruang ICU Rumah Sakit Darurat Penanganan COVID-19 Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta, Senin (23/3/2020). Presiden Joko Widodo yang telah melakukan peninjauan tempat ini memastikan bahwa rumah sakit darurat ini siap digunakan untuk karantina dan perawatan pasien Covid-19. Wisma Atlet ini memiliki kapasitas 24 ribu orang, sedangkan saat ini sudah disiapkan untuk tiga ribu pasien./Antara
Petugas medis memeriksa kesiapan alat di ruang ICU Rumah Sakit Darurat Penanganan COVID-19 Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta, Senin (23/3/2020). Presiden Joko Widodo yang telah melakukan peninjauan tempat ini memastikan bahwa rumah sakit darurat ini siap digunakan untuk karantina dan perawatan pasien Covid-19. Wisma Atlet ini memiliki kapasitas 24 ribu orang, sedangkan saat ini sudah disiapkan untuk tiga ribu pasien./Antara

Bisnis.com, JAKARTA - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) menyebut penanganan ekonomi akibat dampak pandemi Covid-19 harus dilakukan secara khusus, mengingat tekanan serupa belum pernah terjadi dalam sejarah Tanah Air pada krisis-krisis sebelumnya. 

Ketua Dewan Pertimbangan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) M.S. Hidayat menilai sudah sewajarnya anggaran penanganan pandemi Covid-19 berikut dampaknya dikucurkan lebih besar dari pagu yang disediakan saat ini senilai Rp405 triliun. Adapun, pelaku industri mengusulkan kenaikan anggaran penanganan Covid-19 senilai lebih dari Rp1.600 triliun. 

“Karena saya belum merasa optimistis [dengan penanganan pandemi Covid-19] kalau respons pemerintah belum jelas. Musibah corona bersamaan dengan krisis ekonomi yang turut menyertainya, itu belum pernah terjadi di Indonesia sehingga kedalamannya pun belum bisa kita ukur secara pasti,” jelasnya dalam diskusi Senior Kadin bertajuk Mencari Terobosan Recovery Dunia Usaha dan Ekonomi Masa Pandemi dan Saran bagi Pemerintah Pusat & Daerah, Minggu (26/4/2020), malam. 

Menurutnya, respons dari pemerintah terhadap penanganan pandemi ini juga belum memperlihatkan konsep atau struktur yang sudah jelas. Sebagai perbandingan, pada krisis ekonomi 2008, pemerintah mengundang swasta melalui Kadin, Himbara, dan Perbanas untuk meminta solusi konkret. Saat itu, sebutnya, waktu yang dibutuhkan dalam mengambil keputusan penanganan pun tidak berbelit-belit. 

“Tadinya saya ingin [penanganan krisis saat ini] bisa seperti itu. Namun, karena ini krisis yang sifatya abnormal, tentu akibatnya supply shock dan demand shock dari kedua sisi terjadi. Kita lumpuh di produksi dan di permintaan,” kata begawan industri yang akrab disapa Pak Hi itu. 

Di tengah situasi tersebut, dia berpendapat kucuran stimulus Rp405 triliun memang terlihat seolah-olah besar. Namun, jika dibandingkan dengan kedalaman dan ukuran yang dipakai untuk menyelesaikan tekanan ekonomi saat ini, nilainya sangat jauh dari cukup.

“Kami telah mengusulkan, dengan mempelajari keadaan negara-negara tetangga kita, agar pemerintah memberikan stimulus [tambahan] pada ekonomi dengan mengacu pada persentase dari PDB [produk domestik bruto]. Sekarang, stimulus Covid-19 di Singapura mencapai 12 persen dari PDB, sedangkan kita baru 2,5 persen dari PDB. Jadi saya mengajukan pada pemerintah agar stimulus ditambah antara 10 persen sampai 15 persen dari PDB atau sekitar Rp1.600 triliun,” kata Hidayat.

Dia menilai kenaikan anggaran stimulus Covid-19 tersebut mendesak dilakukan karena gelombang PHK di Indonesia hari demi hari makin tak terbendung akibat kian banyak sektor industri yang lumpuh akibat gempuran pandemi. 

Sehingga, tuturnya, nilai anggaran untuk bantalan sosial harus ditingkatkan sampai dengan 6 bulan ke depan. Jika tidak, tegasnya, angkatan kerja (khususnya sektor informal dan pekerja harian) akan makin tidak punya penghasilan dalam tiga sampai enam bulan ke depan.

“Kalau itu tidak ditanggulangi sekarang, akan terjadi social unrest. Bukan karena politik, tetapi karena masyarakat bawah tidak bisa menjalani hidupnya secara normal. Jadi, mereka harus diberi santunan selama 6 bulan ke depan,” sebutnya.

Adapun, Kadin mencatat saat ini terdapat 130 juta tenaga kerja baik di sektor swasta maupun BUMN yang didominasi oleh pekerja sektor informal dan UMKM. Jika 40 persennya saja lumpuh dan tidak bisa lagi digaji sehingga gelombang PHK makin menjadi-jadi, kata Hidayat, maka bisa dipastikan pemerintah akan menanggung beban dana sosial yang lebih besar di kemudian hari. 

“Jadi, usulan kami ini sasaran utamanya adalah menyelamatkan masyarakat kecil dan UMKM yang jumlahnya 97 persen dari total tenaga kerja sejumlah 130 juta orang tadi. Kami mengasumsikan, jika 40 persen dari total karyawan itu sekarang tidak bisa dibayar, kalau bantalan insentifnya tidak disiapkan dari sekarang, akan menjadi masalah yang makin meluas.”

Menurutnya, pemerintah lebih baik menambah anggaran stimulus saat ini sebelum terlambat. “Jangan sampai baru menyadari bahwa kita terlambat atau belum bisa menghidupkan kembali kemampuan ekonomi kita setelah pandemi selesai. Jadi, mestinya mulai sekarang sudah harus disiapkan.”

Terkait dengan sumber tambahan anggaran untuk stimulus Covid-19, Hidayat menyarankan agar pemerintah dapat mengikuti negara-negara lain yaitu melalui quantitative easing atau pencetakan tambahan uang. Menurutnya, pembelian obligasi oleh bank sentral tidak harus dilakukan sekaligus tetapi bisa bertahap.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper