Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kadin Usul Anggaran untuk Covid-19 Ditambah, Ini Alasannya

Desakan pelaku usaha untuk menambah anggaran insentif didasari oleh kebutuhan dunia industri agar pandemi Covid-19 segera dibereskan sehingga roda perekonomian kembali berputar.        
Karyawati bank menata uang dollar dan rupiah di kantor cabang PT Bank Mandiri Tbk. di Jakarta, Rabu (22/4/2020). Bisnis/Dedi Gunawan
Karyawati bank menata uang dollar dan rupiah di kantor cabang PT Bank Mandiri Tbk. di Jakarta, Rabu (22/4/2020). Bisnis/Dedi Gunawan

Bisnis.com, JAKARTA - Kalangan pengusaha menilai penambahan anggaran untuk percepatan penanganan dampak Covid-19 merupakan usulan yang rasional untuk saat ini, lantaran dunia usaha sangat membutuhkan kepastian dan akurasi pemerintah dalam menangani pandemi sesegera mungkin.

Sekadar catatan, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia belum lama ini mengusulkan anggaran penanganan Covid-19 dinaikkan menjadi Rp2.650 triliun. Perinciannya a.l. anggaran kesehatan senilai Rp400 triliun, bantuan sosial (bansos) Rp600 triliun, serta pemulihan sektor riil dan bunga/pokok kredit Rp1.650 triliun.

Adapun, sebelumnya anggaran yang telah disiapkan pemerintah untuk menangani Covid-19 mencapai Rp405 triliun dengan perinciran Rp75 triliun untuk belanja kesehatan, Rp110 triliun untuk bantuan sosial, Rp70,1 triliun untuk insentif perpajakan dan stimulus kredit usaha rakyat (KUR), serta Rp 150 triliun untuk pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional.

Wakil Ketua Umum Bidang Ketenagakerjaan dan Hubungan Industrial Kadin Anton J. Supit menjelaskan desakan pelaku usaha untuk menambah anggaran tersebut didasari oleh kebutuhan dunia industri agar pandemi Covid-19 segera dibereskan, sehingga roda perekonomian kembali berputar.        

“Di negara lain, Malaysia misalnya, stimulus untuk 32 juta orang anggarannya dua kali lipat dari Rp400 triliun. Sebab, Pemerintah Malaysia memandang yang paling penting untuk dituntaskan segera adalah pandeminya. Kalau makin merebak, perekonomian akan makin sulit dipulihkan,” jelasnya, Minggu (26/4/2020).

Dengan demikian, Anton—yang juga Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo)—berpendapat anggaran untuk penanganan kesehatan perlu digelontor lebih banyak. Pengusaha mengusulkan kenaikan pagu untuk pos tersebut dari Rp75 triliun menjadi Rp400 triliun.

Dia berpendapat pertimbangan kenaikan anggaran tersebut menjadi penting karena kesehatan adalah isu paling prioritas yang harus dipercepat penanganannya saat pandemi.

“Makanya, dana kesehatan ini jangan tanggung-tanggung. Usulan kenaikan anggaran kesehatan tersebut termasuk untuk membangun infrastruktur kesehatan dan antisipasi jika terjadi wabah [yang lebih meluas]. Kami berkaca dari [penanganan kesehatan saat Covid-19] di Taiwan dan Singapura, yang bisa tuntas karena anggarannya tidak tanggung-tanggung.”

Untuk usulan kenaikan dana bansos, Anton menjelaskan, pengusaha menilai anggaran pemerintah perlu ditambah untuk mencegah pergerakan atau gejolak sosial di lapisan masyarakat kelas menengah ke bawah.

Sebagai perbandingan, dana bansos Malaysia bagi masyarakat berpenghasilan di bawah 4.000 ringgit (sekitar Rp14,13 juta) mencapai 600 ringgit (Rp2,11 juta) per kepala keluarga (KK) pada April dan 1.000 ringgit (Rp3,53 jtua) per KK pada Mei.

Adapun, bansos untuk masyarakat berpenghasilan antara 4.000—8.000 ringgit (Rp14,12 juta—Rp28,22 juta) mencapai 600 ringgit (Rp2,11 juta) per KK pada April dan 800 ringgit (Rp2,82 juta) per KK pada Mei. Bahkan, jika pandemi belum berakhir pada Mei, Pemerintah Malaysia telah menyiapkan tambahan pagu anggaran untuk bansos.

“Ini yang seharusnya menjadi fokus kita. Sebab, di Indonesia, sudah ada suara-suara dari bawah ‘lebih baik mati karena corona ketimbang karena tidak makan’. Artinya, kalau pemerintah tidak bisa menangani secara masalah sosial ini secara manusiawi, ya upaya mengatasi Covid-19 akan sia-sia. Jadi, kami mengusulkan agar dana bansos jangan tanggung-tanggung,” kata Anton.

Adapun, usulan kenaikan dana untuk pemulihan sektor riil, didasari dengan pertimbangan untuk mencegah perekonomian rontok dalam waktu dekat. Pasalnya, sebut Anton, dalam 2 bulan terakhir saja sudah banyak sektor industri yang kolaps.

Jika anggaran untuk memacu geliat sektor riil tidak segera ditambah, lanjutnya, pemerintah akan makin kesulitan untuk membangkitkan lagi dunia industri yang telanjur mati.

“Jangan sampai keburu mati supaya setelah Covid-19 selesai, dunia industri bisa segera bergerak lagi. Sekarang saja, karena insentif dunia industri belum efektif, sudah banyak penggusaha yang lebih memilih PHK. Contoh, ada perusahaan berorientasi ekspor yang memilih tutup pabrik di Jawa Barat dan mem-PHK 12.000 pekerjanya. Kalau sudah tutup begitu, untuk membuka lagi setelah pandemi tidak gampang.”

Terkait dengan sumber dana bagi usulan kenaikan anggaran penanganan pandemi, Anton memahami bahwa pilihan pemerintah memang terbatas. Jika terpaksa, opsi utang luar negeri pun harus ditempuh. Selain itu, pemerintah juga perlu menghentikan sementara rencana pembangunan.

“Karena memang tidak ada pilihan. Kalau tidak selesai segera, keburu hancur lebur perekonomian. Kalau sudah hancur, ongkos yang dibutuhkan untuk memulihkan lagi akan lebih banyak,” tegasnya.  

Lebih lanjut, Anton berpendapat jika desakan kenaikan anggaran Covid-19 dikabulkan, pemerintah harus memastikan eksekusi penyalurannya harus di bawah satu komando agar tidak terjadi penyalahgunaan atau bahkan moral hazard.

“Komandonya harus jelas. Menurut saya, BNPB bisa dikasih komando, tidak hanya untuk soal kesehatan tetapi juga yang lainnya. Ini kondisi darurat, kita berpacu dengan waktu untuk melawan virus, sehingga komandonya harus jelas. Mengambil keputusan pun harus cepat sebelum permasalahan akibat pandemi ini berkembang menjadi lebih kompleks untuk dituntaskan.”

Pengusaha, sambungnya, saat ini sangat membutuhkan kepastian dan kecepatan dari pemerintah soal transparansi data penanganan Covid-19 agar optimisme pelaku industri di tengah pandemi tidak mati. Sebab, menurutnya, selama ini pengusaha menilai pemerintah belum cukup efektif dan transparan mengeksekusi insentif.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper