Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pemerintah Diminta Selamatkan Cash Flow PLN

Ddalam 3 bulan ini pada kuartal II tahun 2020, persoalan PLN adalah cash flow karena adanya penurunan pendapatan dari penjualan listrik dan kenaikan beban biaya karena adanya pelemahan nilai tukar rupiah.
Petugas memasang kabel tegangan tinggi di Bandung, Jawa Barat, Sabtu (21/3/2020). Bisnis/Dedi Gunawan
Petugas memasang kabel tegangan tinggi di Bandung, Jawa Barat, Sabtu (21/3/2020). Bisnis/Dedi Gunawan

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah diminta untuk segera mempercepat pembayaran subsidi dan kompensasi tahun 2018 dan 2019 serta juga anggaran kompensasi untuk penggratisan dan diskon listrik untuk rumah tangga 450 VA dan 900 VA kepada Perusahaan Listrik Negara (PLN).

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan dalam 3 bulan ini pada kuartal II tahun 2020, persoalan PLN adalah cash flow karena adanya penurunan pendapatan dari penjualan listrik dan kenaikan beban biaya karena adanya pelemahan nilai tukar rupiah.

"Setiap kuartal, biaya PLN sekitar Rp60 triliun hingga Rp70 triliun untuk biaya operasi dan pembayaran kewajiban finansial lainnya," ujarnya kepada Bisnis, Rabu (22/4/2020).

Untuk mengatasi kendala cash flow ini, maka pemerintah sebaiknya bisa mempercepat pembayaran subsidi dan kompensasi tahun lalu. Selain itu, pemerintah juga diharapkan dapat mencairkan anggaran kompensasi untuk penggratisan dan diskon listrik untuk rumah tangga 450 VA dan 900 VA sebesar Rp3 triliun hingga Rp3,5 triliun.

"Jika pembayaran ini bisa dilakukan maka PLN bisa mengatasi kondisi cash flow-nya," katanya.

PLN sendiri bisa menjadwal ulang proyek-proyek yang jadi bagian dari rencana investasi yang berasal dari pembiayaan internal. Dengan ini, arus kas menjadi lebih terkendali.

"Peurunan revenue atau pendapatan PLN saat ini terjadi karena adanya penurunan penjualan listrik maka seharusnya di sisi biaya juga berkurang, terutama biaya bahan bakar yang lebih rendah dari rencana awal. Selain itu dengan adanya penurunan operasi pembangkit, ada pengurangan di O&M juga," tutur Fabby.

Guru Besar Fakultas Teknik Universitas Indonesia (UI) Iwa Garniwa Mulyana menuturkan sebelum terjadi wabah Covid-19, pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan di kisaran 5 persen. Artinya kalau angka elastisitasnya terhadap kebutuhan energi paling tidak pertumbuhannya sebesar 5 persen, juga untuk energi listrik.

Namun ternyata situasi dan kondisi elastisitasnya tidak sama dengan satu tetapi lebih rendah karena faktanya beberapa tahun ke belakang walau Pemerintah menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi dikisaran 5 persen ternyata kebutuhan listriknya lebih rendah dan bahkan hanya dikisaran 3 persen.

"Kejadian ini saja tidak logis. Ditambah lagi Sekarang timbul wabah Covid19 artinya otomatis pertumbuhan kebutuhan energi listrik akan semakain rendah, andai kata pertumbuhan ekonomi minus otomatis pertumbuhan energi listrikpun akan minus," ujarnya.

Kebijakan pemerintah stimulus listrik untuk pelanggan 450 VA dan potongan 50 persen bagi pelanggan 900 VA semakin meningkatkan kerugian yang membebani PLN.

"Angka pasti saya belum punya hitungannya tetapi menurut saya kerugian bisa lebih dari Rp7 triliun," ucap Iwa.

Pendapatan PLN terbesar dari penjualan listrik. Namun, dengan situasi dilakukannya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) maka otomatis akan semakin rendah konsumsi listrik yang tentunya berdampak pada keuangan PLN.

"Yang sangat terkena dampaknya memang lebih besar di sistem Jawa-Madura-Bali karena industri, komersial/bisnis dan lain-lainnya. Prosentasenya terbesar dibandingkan dengan wilayah lainnya," katanya.

Menurutnya, yang bisa mengurangi yakni dengan pembelian harga minyak dan gas yg saat ini harga pasaran dunia turun cukup tajam sehingga pengeluaran PLN untuk pembangkit berbahan bakar minyak dan gas ini akan berkurang.

"Di sini peran pemerintah sangat penting untuk menjaga kesehatan keuangan PLN tetapi sayangnya Pemerintah melalui menteri keuangan dan BUMN tidak akan membantu masalah keuangan yang ada di PLN dan Pertamina," tutur Iwa.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Yanita Petriella
Editor : Andya Dhyaksa
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper