Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Larangan Mudik Bikin Pendapatan Hilang, Organda Tuntut Insentif

Kendati demikian, langkah pemerintah untuk memutus mata rantai penularan virus tersebut perlu diapresiasi.
Foto aerial terminal bus Kampung Rambutan yang sepi di Jakarta, Selasa (14/4/2020). Bisnis/Himawan L Nugraha
Foto aerial terminal bus Kampung Rambutan yang sepi di Jakarta, Selasa (14/4/2020). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA - Pengusaha angkutan umum darat mengaku memerlukan stimulus dari pemerintah usai Presiden Joko Widodo memberlakukan larangan mudik, yang biasanya menjadi andalan mereka untuk meraup keuntungan tahunan.

Ketua DPP Organda Adrianto Djokosoetono mengatakan larangan mudik akan menyebabkan pendapatan menghilang seiring dengan jumlah penumpang yang terus menurun sejak wabah Covid-19 melanda. Kendati demikian, langkah pemerintah untuk memutus mata rantai penularan virus tersebut perlu diapresiasi.

Pihaknya mengaku siap mendukung keputusan tersebut demi mengurangi penyebaran dan penularan virus corona ke daerah dan berharap langkah ini dapat mempercepat pulihnya ekonomi nasional.

"Kami akan berdiskusi dengan anggota untuk kemudian berkoordinasi dengan pemerintah terkait insentif dan stimulus. Namun tidak terbatas pada pemberian bantuan untuk awak kendaraan umum khususnya bus dan insentif penundaan pembayaran cicilan tanpa denda untuk kendaraan akibat hilangnya penghasilan tersebut yang tentunya membuat kendaraan semakin tidak beroperasi," jelasnya kepada Bisnis.com, Selasa (21/4/2020).

Lebih lanjut, pihaknya masih menunggu arahan dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengenai mekanisme pelaksanaannya agar menjadi lebih efektif mengingat dari pengalaman tahun-tahun sebelumnya mayoritas pemudik menggunakan kendaraan pribadi.

Dia menilai pengaturan transportasi terutama dalam aktivitas mudik ini perlu dilakukan secara menyeluruh tidak hanya terbatas pada angkutan umum saja, melainkan pada angkutan pribadi juga.

Di sisi lain, Ketua Bidang Angkutan Penumpang Organda Kurnia Lesani Adnan menuturkan bahwa sejak Covid-19 terjadi, para perusahaan otobus (PO) sudah mulai ketar-ketir terutama akibat tanggungan biaya leasing atau kredit bus yang tidak dapat dibayar karena tidak ada pemasukan dari aktivitas operasional.

"Biaya leasing ini bisa mencapai 60 persen dari total ongkos operasi PO. Biaya ini yang terutama perlu relaksasi dengan penundaan pembayaran, belum lagi pembayaran pajak, BPJS karyawan hingga bantuan langsung tunai bagi karyawan hariannya," ujarnya.

Dia meminta agar stimulus dari pemerintah dapat segera terrealisasi sehingga keberlangsungan bisnis angkutan darat dapat tetap terjamin. Pasalnya, jika kondisi Covid-19 melalui imbauan di rumah saja, social distancing hingga PSBB terus berlangsung hingga 3 bulan ke depan, dipastikan bisnis angkutan darat akan kolaps.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper