Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sepekan Lebih PSBB di Jakarta, Bagaimana Saran dan Kritik dari Dunia Usaha?

Faktanya di lapangan, komunikasi mengenai pemberlakuan peraturan ini belum dinilai efektif dan terkesan tergesa-gesa sehingga dampaknya masih banyak perusahaan yang belum aware.
Kendaraan melintas di Jalan Sudirman saat diberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Jakarta, Senin (13/4/2020). Bisnis/Himawan L Nugraha
Kendaraan melintas di Jalan Sudirman saat diberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Jakarta, Senin (13/4/2020). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA — Pelaku usaha menilai implementasi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di DKI Jakarta selama lebih dari sepekan terakhir masih membutuhkan banyak pembenahan.

Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W. Kamdani menyatakan secara umum kalangan pebisnis sangat mengapresiasi kebijakan Pemprov DKI untuk memberlakukan PSBB di Jakarta.

“Memang disebutkan ada 8 sektor usaha yang diizinkan beroperasi selama masa PSBB. Namun, faktanya di lapangan, komunikasi mengenai pemberlakuan peraturan ini belum dinilai efektif dan terkesan tergesa-gesa sehingga dampaknya masih banyak perusahaan yang belum aware,” katanya kepada Bisnis, Sabtu (18/4/2020).

Untuk itu, dia menyarankan agar detail kebijakan PSBB bagi dunia usaha yang terdampak langsung, harus dikomunikasikan secara luas dan dipersiapkan lebih matang. Tujuannya agar para pengusaha memiliki cukup waktu untuk bersiap-siap mengimplementasikan mandatori tersebut.  

Secara ekonomi, kata Shinta, dampak PSBB terhadap dunia bisnis sudah terasa cukup signifikan. Namun demikian, sebelum diberlakukannya PSBB pun, sebenarnya geliat dunia usaha di Tanah Air sudah sangat tertekan.

Hal itu tecermin dari PMI Manufaktur Indonesia yang terkontraksi ke level 45,33 pada Maret 2020 atau sebelum adanya kebijakan PSBB.  

“Dengan adanya PSBB, saya menilai akan ada penambahan beberapa industri  yang menurunkan kapasitasnya walaupun mereka termasuk daftar industri yang diperbolehkan beroperasi. Ini bukan hanya masalah pasar, tetapi bahan baku dan operasional yang terbatas akibat pergerakan rantai pasok yang lebih tertekan karena adanya PSBB.”

Apabila PSBB di DKI diperpanjang jangka waktunya, Shinta meyakini pengusaha tetap akan mematuhi peraturan yang ada. Akan tetapi, untuk mengambil keputusan bisnis, mereka harus makin prudent.

“Dengan adanya PSBB, untuk dapat terus produktif, pengusaha harus meningkatkan kemampuan digital—baik dalam perusahaan maupun karyawan—dan harus memastikan perusahaan masih bisa beroperasi secara produktif serta menangkap peluang pasar yang ada.”

Lebih lanjut, belajar dari penerapan PSBB di DKI sejauh ini, dia menyarankan agar daerah lain yang baru saja atau akan mengimplementasikan kebijakan tersebut untuk lebih bijak dalam melakukan pengawasan.

Sehingga, sambung Shinta, pembatasan pergerakan orang betul-betul terjadi pada sektor tersier dan sekunder agar operasional sektor primer tidak terganggu, serta kebutuhan pokok masyarakat bisa tetap terpenuhi.

“Selain itu, pemerintah harus mengomunikasikan peraturan ini ke seluruh lapisan industri— termasuk industri kecil—mengenai batasan mana yang diperbolehkan dan mana yang tidak diperbolehkan,  sehingga PSBB [di Indonesia] efektif dalam menekan persebaran virus.”

Terakhir, dia menilai pemerintah juga harus memastikan rantai pasok dalam dan antardaerah tidak terganggu. “Ini kuncinya adalah koordinasi, komunikasi, pengawasan dan diperlukan persiapan yang matang oleh beberapa pihak,” tegasnya.

Sekadar catatan, PSBB yang diimplementasikan Ibu Kota sejak 10 April 2020 didasari oleh payung hukum Peraturan Pemerintah No. 21/2020 tentang Pembatasan Sosial. Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan Peraturan Menteri Kesehatan No.9/2020 tentang  Pedoman PSBB dalam rangka Percepatan Penanganan COVID-19.

Menurut beleid tersebut, masa inkubasi untuk PSBB adalah selama 14 hari, tetapi dapat diperpanjang apabila dibutuhkan. Adapun, terdapat 8 sektor usaha yang mendapat pengecualian untuk dapat tetap beroperasi selama PSBB.

Sektor-sektor tersebut a.l. kesehatan; pangan, makanan, dan minuman; logistik dan distribusi barang; energi, air, gas, dan pompa bensin; sektor yang terkait dengan kebutuhan harian dan ritel seperti warung serta toko kelontong; komunikasi baik jasa maupun media; industri strategis di Ibu Kota; serta keuangan, perbankan, dan pasar modal.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper