Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

CORE: Pemerintah Perlu Perhatikan Hal Ini Agar Bantuan Masyarakat Optimal

Menurut CORE, setidaknya ada lima hal yang perlu diperhatikan pemerintah agar kebijakan untuk membantu masyarakat terdampak COVID-19 memberikan dampak optimal.
Ilustrasi - Petugas Jaring Pengaman Sosial (JPS) swadaya tingkat desa memberikan bantuan sembako kepada warga terdampak COVID-19 di Perumahan Candi Asri, Kedu, Temanggung, Jawa Tengah, Rabu (8/4/2020). Warga setempat secara swadaya melakukan iuran yang hasilnya disumbangkan kepada warga terdampak COVID-19 berupa sembako dan hand sanitizer. ANTARA FOTO/Anis Efizudin
Ilustrasi - Petugas Jaring Pengaman Sosial (JPS) swadaya tingkat desa memberikan bantuan sembako kepada warga terdampak COVID-19 di Perumahan Candi Asri, Kedu, Temanggung, Jawa Tengah, Rabu (8/4/2020). Warga setempat secara swadaya melakukan iuran yang hasilnya disumbangkan kepada warga terdampak COVID-19 berupa sembako dan hand sanitizer. ANTARA FOTO/Anis Efizudin

Bisnis.com, JAKARTA - Center of Reform on Economics (CORE) menyatakan apresiasinya kepada Pemerintah yang telah mengambil langkah-langkah dalam menghambat penyebaran pandemi virus corona (COVID-19), juga memberikan kebijakan untuk membantu ekonomi masyarakat yang terdampak.

Ekonom CORE Akhmad Akbar Susamto mengatakan di saat konsumsi swasta, investasi, dan ekspor anjlok, belanja pemerintah saat ini menjadi faktor utama yang dapat mendorong pergerakan ekonomi riil.

"Semakin besar intervensi pemerintah, maka tekanan ekonomi akibat pandemi COVID-19 dapat diminimalkan," katanya melalui siaran pers, Rabu (15/4/2020).

Adapun, beberapa bantuan sosial yang telah direncanakan pemerintah di antaranya pemberian bantuan sosial khusus bagi penduduk Jabodetabek masing-masing keluarga senilai Rp600.000 selama 3 bulan dan penambahan jumlah penerima Program Keluarga Harapan (PKH) sebanyak 800.000 kepala keluarga (KK) menjadi 10 juta KK.

Di samping itu, pemerintah juga menambah jumlah penerima kartu sembako dari 15,6 juta KK menjadi 20 juta KK, dengan nilai bantuan naik dari Rp150.000 menjadi Rp200.000, serta menambah alokasi untuk Kartu Prakerja dan menggratiskan tarif listrik untuk pelanggan 450 VA dan diskon 50 persen untuk 900 VA.

Meski demikian Akhmad menyoroti setidaknya ada lima hal yang perlu diperhatikan pemerintah agar kebijakan tersebut memberikan dampak optimal.

Pertama, yaitu dengan mempercepat distribusi bantuan sosial dan secara simultan melengkapi data penerima dengan memadukan data pemerintah dan data masyarakat.

"Idealnya intervensi pemerintah setidaknya harus tepat sasaran, tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat bentuknya. Artinya, intervensi tersebut membutuhkan data yang akurat," jelasnya.

Menurutnya, proses peningkatan kualitas data dapat berjalan seiring dengan pelaksanaan distribusi bantuan. Kemelut ekonomi saat ini juga dinilai menjadi peluang pemerintah untuk memperbaiki data penduduk berdasarkan status ekonomi dan pekerjaan mereka secara lebih lengkap sehingga program sosial pemerintah dapat lebih tepat sasaran.

Kedua, mengintegrasikan data pengangguran dan penerima bantuan sosial yang selama ini dimiliki dari berbagai lembaga pemerintah dan non-pemerintah.

Mulai dari Kementerian Sosial, BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi, lembaga administrasi pemerintah hingga tingkat desa/kelurahan, hingga lembaga masyarakat khususnya RT dan RW termasuk asosiasi tenaga kerja.

Ketiga, menyesuaikan skema bantuan Kartu Pra-Kerja dengan memprioritaskan pengangguran yang tidak mampu, khususnya yang terkena dampak COVID-19, dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka.

"Paket pelatihan senilai Rp1 juta perlu ditinjau ulang pada masa pandemi ini. Alasannya, peningkatan jumlah pengangguran saat ini terjadi akibat turunnya permintaan tenaga kerja karena perlambatan ekonomi, dan bukan akibat persoalan kualitas suplai tenaga kerja sehingga membutuhkan peningkatan skill," katanya.

Keempat, yaitu mendorong dunia usaha melalui pemberian insentif agar mereka mengoptimalkan alternatif-alternatif untuk mempertahankan tenaga kerja mereka dibandingkan dengan PHK.

Beberapa alternatif yang bisa dilakukan di antaranya pengurangan jam kerja dan hari kerja, pengurangan shift dan lembur, hingga pemotongan gaji, dan penundaan pembayaran tunjangan dan insentif.

"Kepada dunia usaha yang bersedia melakukan hal tersebut, pemerintah perlu memberikan insentif yang lebih besar, seperti penurunan tarif listrik untuk bisnis dan industri, penurunan tarif gas industri, pemberian diskon tarif pajak, dan penundaan pembayaran cicilan pajak," kata Akhmad.

Kelima, yaitu mengoptimalkan bantuan sosial yang berdampak lebih besar terhadap ekonomi masyarakat. Selain memberikan bantuan dalam bentuk barang karena PSBB, idealnya bantuan sosial yang diberikan pemerintah dalam bentuk uang yang penyalurannya lebih efisien.

Pasalnya, lembaga keuangan dapat memfasilitasi transaksi keuangan tersebut. Selain itu, transfer dalam bentuk uang dapat memberikan pilihan yang lebih besar ke penerima sesuai dengan kebutuhan mereka dan memberikan dampak multiplier yang lebih besar dalam menggerakkan ekonomi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Maria Elena
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper