Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kala Mutualisme Ojek Online Bakal Jadi Terlarang

Mutualisme antara pengemudi dan pengguna ojek online di DKI Jakarta untuk sementara waktu bisa terhenti seiring dengan penerapan pedoman pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Warga mengorder ojek online di Jakarta./Bisnis-Abdurahman
Warga mengorder ojek online di Jakarta./Bisnis-Abdurahman

Bisnis.com, JAKARTA - Bagi Anda pengguna maupun pengemudi sarana transportasi daring roda dua atau ojek online (ojol) harus bersiap untuk tidak saling melakukan simbiosis mutualisme dalam beberapa waktu di tengah pandemi virus corona (Covid-19).

Sebelumnya, kedua pihak tersebut saling diuntungkan atau tercipta simbiosis mutualisme, karena bagi pengguna, mereka bisa mengakses alternatif moda transportasi umum yang murah, cepat, serta menawarkan layanan semi privat. Adapun, si pengemudi bisa mendapatkan penghasilan dengan memanfaatkan kebutuhan mobilitas kaum urban yang tinggi.

Kini, pelarangan transportasi daring roda dua untuk mengangkut penumpang di Ibu Kota nampaknya tinggal menunggu waktu usai Kementerian Kesehatan menyetujui permohonan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Pemberlakuan PSBB tinggal menunggu keputusan dari Gubernur Anies Baswedan. “Untuk berlakunya terserah Gubernur, yang penting izin sudah saya berikan,” kata Terawan kepada Bisnis.com, Selasa (7/4/2020).

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 9/2020 tentang Pedoman PSBB, pada poin 2, khususnya pada sektor perusahaan komersial dan swasta, pemerintah memberi perincian khusus pada layanan ekspedisi barang yang tertulis pada huruf i.

"Layanan ekspedisi barang, termasuk sarana angkutan roda dua berbasis aplikasi dengan batasan hanya untuk mengangkut barang dan tidak untuk penumpang," tulis Terawan dalam regulasi yang telah disahkan pada 3 April 2020.

Sementara, pada penjelasan pembatasan moda transportasi yang mengangkut penumpang, ditegaskan semua layanan transportasi udara, laut, kereta api, jalan raya (kendaraan umum/pribadi) tetap berjalan dengan pembatasan jumlah penumpang.

Akan tetapi, pedoman ini sepertinya belum siap dijalankan oleh pemangku kepentingan terkait. Seakan banyak aspek yang harus dipertimbangkan secara matang.

Kala Mutualisme Ojek Online Bakal Jadi Terlarang

Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setiyadi./Dok. Istimewa

Kementerian Perhubungan, selaku regulator transportasi, menegaskan aturan larangan transportasi daring roda dua untuk mengangkut penumpang belum bisa dijalankan tanpa koordinasi dengan perusahaan aplikator, seperti Grab Indonesia, Gojek, hingga Maxim.

Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setiyadi mengaku masih harus berkoordinasi dengan aplikator transportasi daring untuk menemukan kesepakatan terkait dengan physical distancing selama masa PSBB. “Kalau dengan penumpang enggak bisa, itu ada peraturan menteri kesehatan harus dikoordinasikan dengan aplikator. Saya harus diskusikan, apakah bisa harus bawa barang saja seperti itu saja atau bagaimana."

Senada dengan regulator, Grab Indonesia sepertinya juga masih gamang soal klausul dalam pedoman PSBB yang berdmpak terhadap bisnisnya. Aplikator tersebut masih enggan untuk menghapus layanan angkutan penumpang roda duanya atau GrabBike tanpa ada arahan lebih lanjut dari Kementerian.

"Oleh karena itu, terkait dengan kebijakan PSBB dari pemerintah, saat ini kami sedang menindaklanjuti pedoman dari Permenkes No. 9/2020 dan berkoordinasi dengan pihak terkait," kata Head of Public Affairs Grab Indonesia Tri Sukma Anreianno kepada Bisnis.com, Senin (6/4/2020).

Kendati demikian, gelombang tuntutan sudah mulai disuarakan oleh mitra pengemudi ojol. Mereka mendesak pemerintah memberikan kompensasi berupa bantuan langsung tunai apabila melarang transportasi daring mengangkut penumpang selama masa PSBB.

Presidium Gabungan Aksi Roda Dua (Garda) Indonesia Igun Wicaksono telah mempersiapkan tiga tuntutan kepada pemerintah. Hal tersebut pada intinya diharapkan bisa menambal kekosongan pendapatan yang bisa didapatkan dari jasa angkut penumpang.

"Pertama, pemerintah memberikan kompensasi penghasilan kepada para pengemudi ojol, berupa bantuan langsung tunai yang besarannya 50 persen dari penghasilan normal kami, nilai yang kami harapkan yaitu Rp100.000 per hari," kata Igun.

Kedua, lanjutnya, meminta kepada semua aplikator untuk menonaktifkan fitur penumpang dan terus melakukan sosialisasi aplikasi layanan order makanan dan barang.

Menurutnya, sosialisasi ini merupakan kewajiban dari aplikator sebagai penyedia aplikasi agar permintaan order makanan maupun pengiriman barang dapat meningkat sebagai sumber penghasilan. Terlebih, mitra pengemudi perlu untuk tetap mencari nafkah agar pendapatan tidak turun drastis selama masa PSBB.

"Ketiga, kami ingin pihak aplikator menerapkan potongan penghasilan kami maksimal 10 persen atau kalau perlu tanpa ada potongan pendapatan dari aplikator, karena saat ini pendapatan kami masih dipotong 20 persen oleh pihak aplikator," ujarnya.

Kala Mutualisme Ojek Online Bakal Jadi Terlarang

Ilustrasi ojek daring di kawasan DKI Jakarta./Bisnis-Arief Hermawan

Tuntutan tersebut wajar mereka suarakan karena selama ini layanan antar penumpang merupakan penyumbang terbesar pada pendapatan mitra pengemudi aplikator transportasi daring.

Pendapatan dari pesan antar makanan (food delivery) maupun pengantaran barang (courier delivery) masih belum bisa untuk dijadikan sebagai pengganti. Perinciannya 50-60 persen pesanan ojol dari penumpang, 30 persen dari jasa antar makanan, dan pengiriman barang hanya 20 persen.

Di sisi lain, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai larangan bagi penyedia jasa transportasi daring untuk mengangkut penumpang selama PSBB merupakan hal yang wajar dan tidak ada pilihan lain.

Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi berpendapat larangan tersebut merupakan pilihan yang sulit. Namun, hal tersebut dilakukan demi keselamatan dan kesehatan baik penumpang maupun pengemudi ojol.

"Kalau sesuai dengan protokol kesehatan, bahwa harus physical distancing [menjaga jarak fisik], untuk menghindari penularan dan penyebaran virus, ya tidak ada pilihan lain," tutur Tulus, Senin (6/4/2020).

Dia menambahkan aturan itu sudah sesuai dengan protokol kesehatan yang ada, demi perlindungan pada penumpang dan atau pengemudi ojol, sehingga demi keselamatan tak ada pilihan lain selain melarang sarana transportasi tak berjarak aman tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper