Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bunga Obligasi Global Tenor 50 Tahun Diklaim Lebih Murah, Kok Bisa Ya?

Obligasi global senilai US$1 miliar itu merupakan Pandemic Bond yang digunakan untuk menutup defisit karena dampak virus corona (Covid-19). 
Menteri Keuangan Sri Mulyani menunjukan bukti pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan di Kantor DJP, Jakarta, Selasa (10/3/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Menteri Keuangan Sri Mulyani menunjukan bukti pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan di Kantor DJP, Jakarta, Selasa (10/3/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah Indonesia melalui Menteri Keuangan pertama kali merilis surat utang bertenor 50 tahun. Obligasi global senilai US$1 miliar itu merupakan Pandemic Bond yang digunakan untuk menutup defisit karena dampak virus corona (Covid-19). 

Penerbitan global bond berseri RI0470 ini jatuh tempo 50 tahun, yakni pada 15 April 2070 dengan imbal hasil (yield) 4,5 persen. Obligasi global ini merupakan salah satu seri dari dua seri lainnya.

Dua seri lainnya adalah RI1030 tenor 10,5 tahun atau jatuh tempo 15 Oktober 2030 senilai US$1,65 milir dengan yield 3,9%. Kemudian, RI1050 yang memiliki jangka waktu 30,5 tahun atau jatuh tempo 15 oktober 2050 dengan nominal US$1,65 miliar dan imbal hasil 4,25%.

Total Pandemic Bond yang dirilis pemerintah kali ini mencapai US$4,3 miliar. "Saya share dengan kondisi bergejolak ini, pemerintah berhasil menerbitkan global bond sebesar US$4,3 miliar. Ini window yang kecil karena pergerakannya masih tidak pasti," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam video conference, Selasa (7/4/2020) sore. 

Lebih jauh Sri Mulyani menjelaskan penerbitan obligasi global bertenor 50 tahun ini merupakan pertama kali di Indonesia. "Ini adalah tenor terpanjang yang dilakukan pemerintah. Ini menunjukkan kepercayaam investor atas pengelolaan fiskal kita. Preferensi investor terhadap bond jangka panjang sangat kuat," tuturnya.

Sri Mulyani mengaku puas dengan penerbitan obligasi jangka setengah abad karena imbal hasil (yield) lebih baik dibandingkan dengan penerbitan global bond pada 2018 dan 2015.

"Untuk mengingatkan pada 2018, terjadi outflow besar dan kurs melemah, ini akibat The Ffed menaikkan suku bunga lima kali berturut turut. Kondsi hari ini yang volatile kita mampu mendapatkan pricing atau yield yang lebih rendah," terangnya.

Dia menambahkan, dengan imbal hasil rendah itu menandakan reputasi Indonesa yang stabil. "Tenor 50 tahun ini lebih rendah dibandingkan dengan tenor 10 tahun yang kita terbitkan 2018. Ini artinya kita save lebih banyak untuk tenor panjang dengan suku bungan rendah," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper