Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sebagian Pabrik Keramik Tetap Jalan Selama PSBB

Ketua Umum Asaki Edy Suyanto mengatakan pabrikan keramik akan terus berproduksi dalam masa pembatasan sosial berksala besar (PSBB).
Perajin melakukan proses produksi keramik di sentra industri keramik Kiaracondong, Bandung, Jawa Barat, Rabu (27/2/2019)./ANTARA-Raisan Al Farisi
Perajin melakukan proses produksi keramik di sentra industri keramik Kiaracondong, Bandung, Jawa Barat, Rabu (27/2/2019)./ANTARA-Raisan Al Farisi

Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Aneka Keramik (Asaki) meyakini Kementerian Perindustrian akan menjaga proses produksi pabrikan keramik di daam negeri.

Ketua Umum Asaki Edy Suyanto mengatakan pabrikan keramik akan terus berproduksi dalam masa pembatasan sosial berksala besar (PSBB).

Menurutnya, hal tersebut disebabkan oleh sebagian orientasi pabrikan yang condong ke pasar global, sedangkan selebihnya akan mengajukan izin produksi ke Kementerian Perindustrian (Kemenperin).

"Asaki sangat yakin pemerintah pasti menjaga kelangsungan hidup industri yang juga menopang pertumbuhan ekonomi nasional. Di samping itu, [Asaki meyakini pemerintah] juga memperhatikan nasib karyawan pabrik yang mencapai ratusan ribu orang," katanya kepada Bisnis, Minggu (5/4/2020).

Seperti diketahui, Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No. 9/2020 tentan Pedoman PSBB mengecualikan PSBB pada unit produksi di sektor produksi berorientasi ekspor, komoditas esensial, seperti obat-obatan, farmasi, perangkat medis atau alat kesehatan, perbekalan kesehatan rumah tangga, bahan baku dan zat antaranya, dan kemasan untuk produk-produk tersebut.

Selain itu, angkutan truk barang untuk keperluan distribusi bahan baku industri manufaktur dan assembling juga akan dikecualikan dari beleid tersebut. Dengan kata lain, pabrikan keramik berorientasi lokal tidak termasuk dalam daftar pengecualian PSBB.

Adapun, Edy menyampaikan utilitas pabrikan keramik saat ini sudah lebih rendah dari periode yang sama tahun lalu atau di posisi 60 persen. Selain itu, lanjutnya, tren penurunan produksi yang dimulai pada akhir kuartal I/2020 akan berlanjut hingga akhir semester I/2020.

"Penurunan kapasitas produksi tidak bisa dihindari. Perkiraan kami [utilitas rata-rata pabrikan] bisa di level 55 persen dan terjelek di 50 persen. Dengan kondisi demikian, sudah pasti [pabrikan] mengalami kerugian berat," katanya.

Agar tren penurunan produksi melambat, Edy meminta agar pemerintah menepati janji penurunan tarif gas yang seharusnya terjadi pada awal April 2020. Selain itu, Edy berharap agar pemerintah tetap menjalankan maupun mempercepat proyek-proyek infrastruktur.

"Utilitas pabrikan sangat tergantung dari pemulihan perekonomian pasca wabah COVID-19 dan daya beli masyarakat," ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper