Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kebutuhan Masker Tinggi, Sri Mulyani Bebaskan PPN Produsen

Dengan pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN) maka harga jual ke masyarakat dapat ditekan lebih rendah.
ilustrasi - Karyawan pabrik masker di Changyuan, Provinsi Henan, memeriksa hasil pekerjaannya di tengah tingginya permintaan masker di China selama berjangkitnya wabah COVID-19./Antara
ilustrasi - Karyawan pabrik masker di Changyuan, Provinsi Henan, memeriksa hasil pekerjaannya di tengah tingginya permintaan masker di China selama berjangkitnya wabah COVID-19./Antara

Bisnis.com, JAKARTA—Pemerintah diminta mengucurkan stimulus bagi produsen alat kesehatan untuk menyediakan perlengkapan medis dalam menangkal wabah akibat virus corona atau Covid-19.

Ekonom INDEF Abra Talattov mengatakan saat ini alat kesehatan mengalami keterbatasan jumlah. Termasuk masker. Untuk itu dibutuhkan stimulus agar alat kesehatan ini dapat dipenuhi oleh produsen baik dengan mengimpor maupun produksi di dalam negeri dengan bahan baku impor.

“Ya ini memang terkait dengan produksi masker maupun produk-produk kesehatan lainnya. Mau tidak mau pemerintah harus memberikann stimulus yang maksimal [agar harga jual ke masyarakat menjadi terjangkau],” kata Abra, Minggu (22/3/2020).

Stimulus yang dapat diberikan kepada para produsen ini seperti mengurangi biaya produksi. Pemerintah dapat memberikan pembebasan bea masuk bahan baku.

“Mayoritas bahan baku [alat kesehatan] dari impor. Kemarin sudah dimulai dengan pembebasan bea masuk ethyl alcohol. Nah mungkin kemudian untuk masker. Pemerintah bisa memberikan stimulus yang sama dengan pembebasan bea masuk bahan baku masker. Pasti kan pemerintah punya data yang akurat siapa saja produsen masker.”

Selain itu, dari sisi hilir, Pemerintah bisa memberikan pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) agar masyarakat baik lapisan bawah bisa membeli produknya.

“Kemudian di sisi hilir bisa berupa pembebasan PPN. Supaya produksinya terjaga dan harga jual bisa dijangkau, kalaupun naik tidak seperti sekarang. Perlu juga diatur margin kenaikannya berapa dan penjualan di tingkat ritelnya berapa.”

Selain itu, pemerintah juga bisa melakukan pembatasan pembelian bagi para konsumen. Sebagai contoh 1 orang cukup membeli 1 box masker berisi 50 lembar masker.

Kalangan produsen menyebutkan naiknya  harga masker dikarenakan negara pemasok bahan baku yakni China juga menjual bahan baku lebih mahal 10 kali lipat hingga 20 kali lipat. Dia mencontohkan, meltblown yang menjadi bahan baku masker, semula harga per 1 ton senilai 15.000 – 18.000 yuan. Harga itu kemudian mengalami kenaikan hingga 250.000 hingga 300.000 yuan/ton.  

“Ini kan sudah hampir 20 kali lipat, bahkan saat ini sudah hampir 400.000 yuan/ton,” ujarnya.

Kenaikan harga itu lah yang membuat para produsen masker mengalami dilematis apakah akan memproduksi dan menjual di tengah wabah virus corna atau Covid-19 ini. Padahal saat ini masker adalah salah satu komoditas yang dicari oleh masyarakat.

Belum lagi, imbuhnya, adanya perintah dari pemerintah yang menurunkan aparat kepolisian ataupun TNI untuk mengawasi penjualan masker.

“Jadi ada blunder, orang yang jual masker yang mengalami kenaikan bahan baku, tapi tetap disuruh dengan harga lama, kan gak bisa produksi. Kemudian ada pengawasan dari aparat kan pengusaha ya gak berani.”

Makanya, imbuhnya, dari pada mendapatkan risiko lebih baik menunda produksinya hingga krisis covid-19 menjadi reda.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper