Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Eijkman: Belum Ada RS Yang Siap Lakukan Rapid Test

Kesiapan rumah sakit dan ketersediaan pedoman umum pelaksanaan rapid test, menjadi kunci keberhasilan kebijakan pemerintah menangkal virus corona tersebut.
Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan, Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Muhammad Dimyati (dari kanan), bersama Direktur Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Kemenristekdikti Amin Soebandrio, dan Direktur Manufaktur PT Kalbe Farma Tbk. Pre Agusta menjadi pembicara pada peluncuran program Ristekdikti-Kalbe Science Awards (RKSA) 2018, di Unair, Surabaya, Selasa (8/5)./JIBI-Wahyu Darmawan
Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan, Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Muhammad Dimyati (dari kanan), bersama Direktur Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Kemenristekdikti Amin Soebandrio, dan Direktur Manufaktur PT Kalbe Farma Tbk. Pre Agusta menjadi pembicara pada peluncuran program Ristekdikti-Kalbe Science Awards (RKSA) 2018, di Unair, Surabaya, Selasa (8/5)./JIBI-Wahyu Darmawan

Bisnis.com, JAKARTA - Kepala Lembaga Biologi Molekuler EIjkman Prof Amin Soebandrio mengatakan sampai saat ini belum ada rumah sakit swasta maupun nonswasta yang siap untuk melakukan rapid test untuk virus corona.

Amin mengatakan, saat ini belum ada rumah sakit yang memiliki alat rapid test. Selain itu,kendati sudah banyak rumah sakit yang mendapatkan penawaran untuk lakukan rapid test, namun para pengelola rumah sakit tersebut masih menunggu penjelasan langsung dari pemerintah.

Nah ini, rapid test untuk uji molikuler atau untuk yang mendeteksi antibodi. Setidaknya ada pedoman dari Kemenkes atau Badan POM mana-mana saja berdasarkan sensitifitas, kan presiden berharap adanya rapid test ini bisa mempercepat deteksi orang yang membawa virus,” kata Amin, Kamis (19/3/2020).

Dalam hal ini, untuk bisa mendeteksi covid-19 khususnya pada healthy carrier  atau orang sehat yang membawa virus, harus menggunakan alat rapid test yang memiliki sensitifitas tinggi. Sementara, jika rapid test yang dimaksudkan adalah yang digunakan untuk deteksi antibodi, maka menurutnya akan kurang efektif.

Rapid test itu mendeteksi antibodi, dan antibodi itu bisa terdeteksi kalau sudah ada gejala klinis. Kalau belum ada gejalanya ya negatif. Itu pun antibodi biasanya terbentuk setelah 1-2 hari setelah gejala timbul. Jadi kalau cari healthy carrier itu bukan cara yang tepat.”

Sementara itu, ekonom Indef Bhima Yudhistira menambahkan pemerintah harus menggunakan dana APBN agar rapid test ini bisa segera terlaksana. Sementara jika mengandalkan dana filantropi, posisi pemerintah hanya sebagai koordinator.

“Apa uangnya masuk ke kas negara dulu kan juga tidak. Sepertinya pemerintah tidak perlu andalkan dana filantropi karena banyak perbedaan kepentingan, terlebih kemampuan operasional lembaga filantropi juga tidak sama,” kata Bhima.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper