Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ekonom Prediksi Stimulus Corona Jilid II Tak Dongkrak Konsumsi

Pemerintah berjanji menanggung pungutan pajak, yaitu PPh pasal 21 (pajak penghasilan) karyawan sektor industri, PPh pasal 22 barang impor, dan PPh 25 atau PPh badan untuk industri manufaktur selama enam bulan.

Bisnis.com, JAKARTA - Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy mengapresiasi langkah pemerintah menerapkan stimulus fiskal jilid II untuk menangkal dampak virus Corona (Covid-19).

Pemerintah berjanji menanggung pungutan pajak, yaitu PPh pasal 21 (pajak penghasilan) karyawan sektor industri, PPh pasal 22 barang impor, dan PPh 25 atau PPh badan untuk industri manufaktur selama enam bulan.

"Terkait PPh 21, tujuan kebijakan ini kan menjaga daya beli. Namun, saya pikir apakah ini akan stimulus masyarakat agar melakukan konsumsi relatif kecil," katanya ketika dihubungi, Kamis(12/3/2020).

Pertama, dia memprediksi tambahan pendapatan para pekerja justru dialihkan ke tabungan atau dimasukan ke instrumen investasi dibandingkan untuk dikonsumsi.

Kedua, Yusuf menilai PPh 21 cenderung hanya melibatkan pekerja di sektor formal. Padahal, para pekerja di sektor informal jumlahnya lebih banyak dan berpotensi terkena efek domino penyebaran virus Corona.

"Pemerintah seharusnya memberikan bantuan bagi pelaku UMKM, khususnya di sektor pariwisata. Stimulusnya bisa berupa bantuan langsung [BLT] atau bantuan untuk mencari akses pasar," jelasnya.

Selain itu, dia menuturkan sentimen pemerintah belum sepenuhnya menyasar masalah utama industri manufaktur di tengah pandemik virus Corona. Salah satu masalah yang dihadapi pelaku usaha, yaitu kesulitan mendapatkan bahan baku karena beberapa industri utama di dalam negeri seperti elektronik mendapatkan bahan baku dari China.

"Di saat seperti ini, pemerintah seharusnya memikirkan negara alternatif untuk bahan baku untuk manufaktur. Namun, hal ini tidak bisa dikerjakan sendiri oleh Kementerian Keuangan, harus ada kolaborasi Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian," jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper