Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

YLKI Tolak Merger Grab dan Gojek

Bisnis transportasi daring sifatnya menjadi sangat monopolistik, karena perusahaan setelah merger tersebut bisa seenaknya menentukan harga.
Dua orang pengemudi ojek online berbincang di Jalan Thamrin, Jakarta, Senin (17/2/2020)./ANTARA - M Risyal Hidayatn
Dua orang pengemudi ojek online berbincang di Jalan Thamrin, Jakarta, Senin (17/2/2020)./ANTARA - M Risyal Hidayatn

Bisnis.com, JAKARTA - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyatakan penolakan terhadap wacana merger antara Grab Indonesia dan Gojek karena berisiko melanggar hak-hak konsumen.

Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan jika kedua pemain raksasa ini bersatu, akan menimbulkan persaingan usaha tidak sehat.

"Risiko pelanggaran hak-hak konsumen akan jadi sangat besar, karena tidak ada lagi kesempatan untuk memilih. Hanya ada satu harga dan tidak ada kompetisi," ujarnya kepada Bisnis.com, Kamis (12/3/2020).

Menurutnya, bisnis transportasi daring sifatnya menjadi sangat monopolistik, karena perusahaan setelah merger tersebut bisa seenaknya menentukan harga. Meskipun, terdapat pemain baru seperti Maxim, tetapi posisinya belum efektif menjadi pesaing yang dapat setara.

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), lanjutnya, bisa memelototi wacana merger ini agar tidak merugikan kepentingan publik dan mematikan persaingan usaha yang sehat.

Gojek dan Grab diisukan akan melakukan merger. Isu tersebut semakin diperpanas dengan desakan dari pemegang saham yang dikabarkan menginginkan aksi korporasi tersebut segera terlaksana.

Pendapat senada juga disampaikan Kementerian Perhubungan. Regulator transportasi tersebut memastikan isu merger antara Gojek dan Grab Indonesia akan berbahaya bagi persaingan industri transportasi daring dalam negeri.

Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setiyadi mengaku sudah mengetahui adanya isu merger antara dua aplikator transportasi online raksasa di Indonesia tersebut.

"Saya sudah konfirmasi ke mereka, enggaklah. Jadi begini, itu bos-bos mereka di Singapura itu saling berteman mungkin suatu saat lagi ketemu lagi makan-makan ini isu mau merger jadi kencang itu," jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper