Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pemerintah Diminta Terbuka Dalam Penerbitan RIPH

Keterbukaan dan kompetisi yang sehat dinilai penting untuk menghindari adanya permainan pihak tertentu dalam proses pengajuan impor bawang putih.
Pedagang membersihkan bawang putih di salah satu pasar tradisional di Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (2/5/2019)./ANTARA-Arnas Padda
Pedagang membersihkan bawang putih di salah satu pasar tradisional di Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (2/5/2019)./ANTARA-Arnas Padda

Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Hortikultura Indonesia meminta adanya keterbukaan dan kompetisi yang sehat dalam penerbitan rekomendasi impor produk hortikultura (RIPH) bawang putih.

Ketua Asosiasi Hortikultura Anton Muslim Arbi mengatakan kompetisi yang sehat sangat penting untuk menghindari adanya permainan pihak tertentu dalam proses pengajuan izin bawang putih.

"Kompetisi yang sehat, jadi tidak ada saling curiga," kata Anton seperti dikutip dari Antara, Senin, (3/2/2020).

Pasalnya, lanjut dia, pemberian RIPH oleh pemetintah menimbulkan kecurigaan karena baru 10 importir yang mendapatkan RIPH dari 100 importir yang mengajukan sejak November 2019.

Sementara itu, pengamat sosial politik Universitas Jayabaya Igor Dirgantara mengatakan proses penerbitan RIPH tidak boleh menguntungkan kepentingan politik tertentu.

Igor menilai pemberian rekomendasi impor untuk komoditas bawang putih yang tidak terbuka dan kurang transparan bisa menimbulkan kecurigaan.

"Jika melakukan impor, prosesnya mutlak harus transparan," katanya.

Direktur Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian Prihasto Setyanto mengatakan pemberian RIPH sudah dilakukan secara terbuka.

Prihasto juga membantah ada konflik kepentingan dalam pemilihan importir, meski tidak membeberkan perusahaan yang mendapatkan RIPH dengan kuota masing-masing.

Sebelumnya, Kementerian Pertanian telah menerbitkan izin impor untuk bawang putih sebesar 103.000 ton dari China untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Penerbitan izin impor ini dilakukan karena stok bawang putih di dalam negeri kian menipis, yakni 70.000 ton dan hanya mampu memenuhi kebutuhan sampai pertengahan Maret 2020.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Newswire
Sumber : Antara
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper