Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Anggaran Pembangunan 2020-2024 Dinilai Tidak Realistis, Ini Alasannya

Kebutuhan anggaran pembangunan yang besar mengacu pada pertumbuhan ekonomi yang terlampau optimistis. Di tengah situasi global yang tidak pasti, target pertumbuhan ekonomi sebaiknya direvisi.
Pekerja menggunakan alat berat beraktivitas di proyek infrastruktur milik salah satu BUMN Karya di Jakarta, Kamis (13/2/2020). Bisnis/Arief Hermawan P
Pekerja menggunakan alat berat beraktivitas di proyek infrastruktur milik salah satu BUMN Karya di Jakarta, Kamis (13/2/2020). Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA - Insitute for Development of Economics and Finance (INDEF) menilai kebutuhan anggaran pembangunan 2020-20224 sebesar Rp6.55 triliun tidak realistis.

Ekonom INDEF Bhima Yudhistira mengatakan kebutuhan anggaran yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020- mengacu pada target pertumbuhan yang cukup tinggi, yaitu di kisaran 5,6 persen sampai dengan 6 persen. Dia menilai, target tersebut perlu disesuaikan dengan perkembangan global terkini. 

Bhima beralasan, situasi ekonomi global kini mulai dilanda ketidakpastian. Dampak turunan dari penyebaran virus corona (covid-19) yang sudah menimpa negara-negara di luar China perlu menjadi pertimbangan pemerintah. Situasi makin tidak kondusif karena risiko ketidakpastian akibat perang dagang dan geopolitik masih mengintai.

Menurut Bhima, target pertumbuhan ekonomi 6 persen sulit digapai. Dia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya akan bergerak di kisaran 4,3 persen sampai dengan 4,8 persen. 

"Pemerintah seharusnya merevisi karena soal pembiayaan turunan dari target growth PDB [produk domestik bruto]," ujarnya saat dihubungi Bisnis,  Selasa (25/2/2020).

Dia mengungkapkan ketidakpastian ekonomi global membuat investor asing mencoba bermain aman. Bhima khawatir jika pemerintah memaksa pendanaan lebih besar dari APBN justru akan membuat beban hutang negara semakin berat.

Di sisi lain, dia menilai pemerintah tidak mudah menerbitkan surat berharga negara (SBN) dalam jumlah besar apabila tidak menawarkan kupon atau bunga di level yang tinggi atau atraktif bagi investor.

Mengacu kondisi tersebut, Bhima memprediksi capaian atau serapan anggaran pada RPJMN periode kedua pemerintahan Presiden Joko Widodo lebih rendah dibandingkan periode pertama.

"Belajar dari realisasi di periode pertama, mungkin lebih rendah. Apalagi, kontribusi swasta dalam pendanaan masih kurang dari 12 persen dari total rencana," imbuhnya.

Berdasarkan data Bappenas, pemerintah membutuhkan dana sebesar Rp6.555 triliun untuk membangun 1.592 proyek yang ada dalam RPJMN 2020-2024. Anggaran yang disiapkan di kementerian atau lembaga untuk pembangunan major project berkisar Rp1.185 triliun. Sementara itu, pemerintah juga menganggarkan dana alokasi khusus (DAK) serta dukungan pemerintah daerah sebesar Rp412,9 triliun.

Selanjutnya, sumber pendanaan terbesar justru berasal dari kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU), BUMN, atau swasta masyarakat senilai Rp4.814,9 triliun. Sisanya, anggaran major project berasal dari subsidi atau public service obligation (PSO) sebesar Rp142,5 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper