Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Asal Safeguard Definitif, Industri Tekstil Bakal Tumbuh

Ada gap pertumbuhan yang tengah dianalisa oleh industri. Pasalnya, seiring industri yang hanya bertumbuh 2 persen tetapi kosumsi tekstil bisa bertumbuh 6 persen.
Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa Sastraatmaja (kiri) dan Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) Ravi Shankar (kanan), melakukan audiensi dengan Redaksi Bisnis Indonesia, Rabu (19/2/2020). / Bisnis - Himawan L. Nugraha
Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa Sastraatmaja (kiri) dan Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) Ravi Shankar (kanan), melakukan audiensi dengan Redaksi Bisnis Indonesia, Rabu (19/2/2020). / Bisnis - Himawan L. Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA — Pelaku usaha industri tekstil memproyeksi kenaikan produksi dan penjualan akan berlangsung sepanjang 2020 ini dengan angka yang lebih tinggi dari 2019 lalu. Tahun lalu, industri tekstil tercatat hanya bertumbuh dikisaran 2 persen.

Ketua Badan Pengurus Nasional (BPN) Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa Sastraatmadja mengatakan ada gap pertumbuhan yang tengah dianalisa oleh industri. Pasalnya, seiring industri yang hanya bertumbuh 2 persen tetapi kosumsi tekstil bisa bertumbuh 6 persen.

Untuk itu gap pertumbuhan 4 persen akan menjadi analisa dan kajian mendalam asosiasi tahun ini. Sejauh ini gap tersebut memang berasal dari barang impor dan barang siluman atau yang tiba-tiba ada.

Alhasil, pendorong utama pertumbuhan industri tahun ini adalah safeguard yang diberlakukan definitif bukan sementara seperti yang saat ini terjadi.

"Saya kira industri akan lebih baik dari tahun lalu kalau pemerintah juga mau bergerak cepat, animo investasi pengusaha saat ini cukup tinggi khususnya dalam peremajaan mesin pabrikan jadi harus ada kepastian pemerintahnya. API pun ke depan akan lebih memposisikan sebagai mitra dari pemerintah," katanya saat kunjungan di kantor redaksi Bisnis, Rabu (19/2/2020).

Jemmy mengemukakan sejauh ini sudah ada sejumlah item yang telah dipilah asosiasi dalam konteks kekurangan produksi pabrikan dan kebutuhan masyarakat sekarang. Produk item itu di antaranya jenis Water Jet dengan lebar 210 dan 280.

Menurut Jemmy, API telah mendapatkan hasil yang cukup komprehensif yakni kebutuhan sekitar 5-6 juta meter per bulan. Produk lain, yakni jenis Jet Strech yang marak digunakan dalam Busana Muslim, di sini didapatkan kebutuhan konsumsi antara 2-3 juta meter per bulan.

Dengan hasil pemetaan jenis produk tersebut, API juga mengaku telah mengajukan pada perbankan agar pengusaha yang akan melakukan investasi tidak dipersulit.

"Jadi ketika pendataan sudah lengkap kita akan memiliki dasar yang jelas kenapa satu jenis produk lebih banyak didapat dari impor yakni karena memang kita kekurangan produksi atau terkait harga yang ditawarkan lokal lebih mahal," ujarnya.

Sisi lain, optimisme API juga dari utilisasi pabrikan yang dirasa mulai penuh akibat safeguard sementara diberlakukan. Jemmy pun memproyeksi tahun ini utilisasi pabrikan dapat meningkat pada kisaran 60 persen - 70 persen, dari tahun lalu yang berkisar 50 persen.

Di samping peremajaan mesin, Jemmy melalui API juga akan mengupayakan sejumlah perbaikan regulasi yang memudahkan industri. Hal itu di antaranya melakukan mediasi dengan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan agar fly ash bottom ash tidak masuk dalam kategori limbah B3 atau beracun dan berbahaya.

Jemmy memastikan untuk mendorong industri tekstil lebih maju memang dibutuhkan upaya kuat dan strategis dari berbagai pihak. Dia bahkan akan mengusulkan ada Direktorat Jenderal (Dirjen) Tekstil yang akan menaungi kegiatan industri ini.

"Kalau Pakistan dan India sudah punya Menteri Tekstil, jadi saya berharap di tingkat Dirjen saja dulu," tutur Jemmy.

Dalam kesempatan yang sama, Chairman Asosiasi Produsen Serat dan Benang Fialmen Indonesia (APSYFI) Ravi Shankar mengatakan pihaknya juga mulai melihat posisi pemerintah yang akan lebih mendukung pelaku industri.

Menurutnya industri tekstil hulu lokal harus tetap bersaing dengan produk bahan baku impor. Namun, dengan berbagai dorongan yang kuat peluang ekspor bahan baku tekstil dari Indonesia juga bisa diperbesar.

"Apalagi terkait adanya isu corona saat ini pabrikan China banyak yang belum memulai kegiatan supplay lagi," kata Ravi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper