Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pemanfaatan Potensi Panas Bumi Minim, Ini Sejumlah Tantangannya

Potensi panas bumi di Indonesia mencapai 28,5 gigawatt (GW). Namun, total kapasitas Pembangkit listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) yang ada di Nusantara baru mencapai 2,1 GW.
Suasana di Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Binary Cycle 500 KiloWatt yang berlokasi di Lahendong, Tomohon, Sulawesi Utara, Senin (21/1/2019)./Bisnis-Lukas Hendra
Suasana di Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Binary Cycle 500 KiloWatt yang berlokasi di Lahendong, Tomohon, Sulawesi Utara, Senin (21/1/2019)./Bisnis-Lukas Hendra

Bisnis.com, JAKARTA - Potensi panas bumi di Indonesia mencapai 28,5 gigawatt (GW). Namun, total kapasitas Pembangkit listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) yang ada di Nusantara baru mencapai 2,1 GW.

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan terdapat sejumlah kendala dalam pengembangan panas bumi yakni mahalnya biaya investasi akibat biaya eksplorasi dan biaya Engineering, Procurement, and Construction (EPC) yang tinggi. 

"Waktu pengembangan lama yakni membutuhkan waktu 11 tahun hingga 15 tahun," ujarnya kepada Bisnis, Selasa (18/2/2020). 

Selain itu, terdapat kebijakan dan regulasi yang tidak konsisten, misalnya kebijakan harga panas bumi mengalami perubahan 6 kali sejak 2008. Konsistensi kebijakan dan regulasi ini sangat diperlukan. 

Hal itu juga menyebabkan sedikitnya investor berinvestasi membangun PLTP. 

"Opsi pembiayaan yang terbatas serta proses perijinan yang kadang-kala menghambat. Padahal panas bumi merupakan salah satu jenis energi terbarukan dengan tingkat risiko yang sangat besar dan kebijakan pemerintah ikut andil dalam lambannya pengembangan panas bumi," katanya.

Menurut Fabby,  untuk mendorong peningkatan pemanfaatan panas bumi,  pemerintah perlu menyelesaikan sejumlah hal ini yakni proses perijinan yang ringkas dan satu pintu termasuk proses negosiasi PPA yang pendek sehingga waktu pengembangan proyek dapat dipangkas. 

Pemerintah, lanjutnya, perlu mengambil alih risiko eksplorasi. Terlebih biaya eksplorasi cukup mahal sekitar US$4 juta hingga US$7 juta per sumur dan perusahaan pun rerata menghabiskan 15% hingga 20% dari total biaya investasinya untuk eksplorasi. 

"Yang mampu eksplorasi adalah perusahaan yang punya capital besar dan equity besar. Kalau hanya punya dana sedikit, tidak akan berani/mampu untuk eksplorasi," ucapnya.

Fabby berharap pemerintah dapat menurunkan Engineering, procurement, construction (EPC). Selain itu, menyediakan dukungan pembiayaan untuk proyek-proyek skala kecil, misalnya equity finance di tahap eksplorasi dan persiapan untuk dapat menarik commercial loan pada fase konstruksi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Yanita Petriella
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper