Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pasar Properti Lesu, Kinerja Pengembang Besar Semakin Terbebani

Pengembang diminta agar tidak mematok harga yang terlalu tinggi agar pasar properti yang sudah bertahun-tahun lesu kembali bergairah.

Bisnis.com, JAKARTA – Kondisi pasar properti yang lesu selama bertahun-tahun membebani kinerja para pengembang, terutama pengembang besar. Konsultan properti Savills menyebut ke depan pengembang memang tak bisa mengharapkan pasar properti tumbuh seperti pada 2013 lalu.

Director and Head of Research Savills Indonesia Anton Sitorus mengatakan bahwa yang menjadi masalah bagi pengembang besar yang memiliki portofolio hunian mewah adalah dari segi harga. Harga properti terlanjur tumbuh terlalu tinggi sejak tujuh tahun lalu.

“Rumah mewah kan pasti yang beli juga ada niatan untuk investasi, kalau harganya dipasang terlalu tinggi, dia enggak bisa cepat naik, jadi mereka pasti akan cari alternatif lain untuk investasi,” ungkapnya saat dihubungi Bisnis, Kamis (13/2/2020).

Bisa jadi, kata Anton, pembeli rumah mewah yang dari kalangan investor beralih ke bank. Walaupun bunganya sedikit, setidaknya masih ada hasilnya, dibandingkan dengan properti mewah yang harganya tidak naik-naik.

Untuk potensi, Anton juga menyebut potensi rumah mewah di Jakarta sebetulnya masih sangat menarik untuk investasi. Pasalnya, walaupun tinggi, harganya masih jauh lebih murah dibandingkan dengan yang ada di Singapura atau Malaysia.

“Ini harusnya lebih menarik, apalagi buat yang biasa keliling Asia. Jakarta itu murah banget, cuman saya juga bingung kenapa belum naik-naik,” lanjutnya.

Adapun, regulasi seharusnya sudah tidak jadi masalah, karena sudah ada sejumlah aturan yang sudah direlaksasi misalnya aturan mengenai pajak barang mewah yang batasannya sudah dinaikkan. Kemudian suku bunga juga sudah rendah dan batasan loan to value (LTV) yang juga sudah semakin longgar.

Ke depan, agar pasar bisa makin ramai, pengembang didorong untuk lebih realistis soal harga. Anton mengimbau agar pengembang jangan asal bikin harga tinggi.

“Harus dilihat pasarnya maunya yang kaya apa. Strategi lainnya yang sudah berjalan ya tambah portofolio di segmen menengah, tapi kejadian perlambatan pasar ini harusnya jadi pelajaran supaya pengembang jangan terlalu agresif,” kata Anton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Mutiara Nabila
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper