Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ekonom Sebut Tren Penurunan Konsumsi bisa Berlanjut

Berdasarkan rilis Bank Indonesia (BI), IKK Januari 2020 turun menjadi 121,7 dari posisi 126,4 pada bulan sebelumnya.
Sejumlah pengunjung melihat barang-barang yang dijual dengan harga diskon di sebuah pusat perbelanjaan di Bekasi, Jawa Barat, Sabtu (7/12/2019)./ANTARA FOTO-Fakhri Hermansyah
Sejumlah pengunjung melihat barang-barang yang dijual dengan harga diskon di sebuah pusat perbelanjaan di Bekasi, Jawa Barat, Sabtu (7/12/2019)./ANTARA FOTO-Fakhri Hermansyah

Bisnis.com, JAKARTA — Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal mengatakan pemerintah harus mewaspadai penurunan konsumsi rumah tangga seiring melemahnya Indeks Keyakinan Konsumen (IKK).

Berdasarkan rilis Bank Indonesia (BI), IKK Januari 2020 turun menjadi 121,7 dari posisi 126,4 pada bulan sebelumnya. Meski demikian, angka tersebut masih terjaga di level optimis (>100).

Menurut Faisal, indikasi pelemahan konsumsi rumah tangga sudah dimulai sejak kuartal III/2019 atau tepatnya setelah Idulfitri tahun lalu.

"Realisasi konsumsi rumah tangga pada kuartal IV/2019 hanya 4,97 persen. Indeks penjualan ritel juga drop sampai sekarang. Dua data tersebut menjadi indikator ada perlambatan konsumsi. Saya memprediksi kuartal I/2020 tren tetap turun," katanya ketika dihubungi Bisnis, Jumat (7/2/2020). 

Faisal menuturkan ada beberapa faktor yang dapat mendorong konsumsi rumah tangga atau daya beli masyarakat, yaitu peningkatan harga komoditas, khususnya Crude Palm Oil (CPO), perbaikan sektor manufaktur, dan masuknya investasi asing (Foreign Direct Investment/FDI). 

Sayangnya, lanjut dia, realisasi ketiga faktor tersebut tidak terlalu menggembirakan. Meskipun harga CPO di pasar sudah mengalami peningkatan, permintaan CPO Indonesia diprediksi berkurang lantaran merebaknya virus corona yang berasal dari China. 

"Negara tujuan ekspor CPO nomor satu memang India, tetapi China menduduki peringkat tiga besar. Wabah virus corona sudah pasti mempengaruhi demand terhadap komoditas CPO. Ujungnya pasti ke berdampak konsumsi juga," ujar Faisal. 

Selain itu, pemerintah juga diminta untuk memperbaiki sektor manufaktur. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat kinerja industri pengolahan turun dari 4,25 persen pada kuartal IV/2018 menjadi 3,66 persen pada kuartal IV/2019.

Perlambatan ini dinilai bukan semata-mata karena penurunan ekspor, tapi lebih disebabkan menyusutnya permintaan dalam negeri. Pemerintah pun diharapkan segera mencari solusi untuk menggenjot sektor manufaktur, salah satunya melalui investasi asing atau FDI. 
 
"Kita tunggu kebijakan pemerintah yang konsisten sehingga menumbuhkan optimisme masyarakat. Untuk kelas menengah atas, mereka menunggu kepastian terkait perpajakan. Sementara itu, masyarakat kelas bawah tetap berharap berbagai kenaikan kebutuhan pokok tidak menggerus ekonomi mereka," jelas Faisal. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper